Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai kepatuhan sektor manufaktur dalam pengelolaan lingkungan masih rendah.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Reliantoro mengatakan hingga 2019 lalu jumlah industri yang mendaftar untuk dinilai kepatuhannya relatif rendah.
Jumlah industri Manufaktur Prasarana Jasa atau MPJ baru mencapai 597perusahaan atau 29,15 persen dari jumlah industri yang dinilai melalui Proper. Pada 2019 lalu terdapat 2.045 perusahaan yang mendaftar dinilai oleh KLHK aspek kepatuhan akan lingkungan.
Dari jumlah perusahaan manufaktur ini, KLHK mencatat hanya 83 perusahaan yang dapat dikategorikan layak menerima proper hijau ke atas. Setelah diteliti lebih lanjut hanya 23 perusahaan manufaktur dalam kategori hijau, dan satu perusahaan kategori emas.
"Itu angka yang masih kecil. Langkah khusus kami dalam mendorong sektor manufaktur akan dilakukan dengan menggandeng kementerian lain untuk melakukan pembinaan teknis dan sosialisasi," ujar Sigit, Jumat (7/2/2020). KLHK juga menyoroti rendahnya inovasi yang dilakukan industri. Dalam penilaian proper, pihaknya menerima 794 inovasi dari calon kandidat. Inovasi yang berasal dari sektor manufaktur berjumlah 130 dari total angka tersebut.
Proposal inovasi sektor manufaktur yang diajukan ini melingkupi aspek efisiensi energi 31 inovasi, penurunan emisi 16 inovasi, upaya pengelolaan limbah B3 sebanyak 33 inovasi. Ada pula efisiensi air dan penurunan beban pencemaran serta keanekaragaman hayati 24 inovasi dan pemberdayaan masyarakat dua inovasi.
Baca Juga
Proper murupakan program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Kegiatan ini merupakan salah satu pelaksanaan mandat Peraturan Presiden Nomor 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai klaim bahwa kinerja pengelolaan lingkungan di industri manufaktur masih lebih rendah sebenarnya tidak sepenuhnya tepat. Menurutnya, perbedaan itu lebih disebabkan perbedaan jumlah, ragam dan sebaran.
"Jumlah, ragam dan sebaran industri manufaktur lebih luas. Dari perusahaan kecil hingga besar ada di industri manufaktur berbeda dengan industri energi yang lebih banyak perusahaan menengah besar. Jadi pengawasan dan penegakkan regulasi lebih mudah," katanya.
Untuk itu, Piter menyarankan, sebelum menilai sektor manufaktur baiknya ada pengelompokan yang lebih jelas.