Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan menyebut kemungkinan revisi tarif ojek online (ojol) hanya akan terjadi di Jabodetabek seiring dengan tuntutan yang diajukan oleh komunitas pengemudi di wilayah setempat.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengaku telah berkomunikasi dengan asosiasi, aplikator, dan pengemudi ojol. Di daerah lain, evaluasi tarif merupakan kewenangan pemda setempat yang bisa diakomodir pada tingkat provinsi.
"Mungkin [yang] butuh kenaikan hanya di Jabodetabek, yang lain masih memungkinkan," terangnya, Jumat (7/2/2020).
Dia mengatakan salah satu perkara yang mesti diperhatikan yakni kewenangan Gubernur yang mungkin diakomodir oleh revisi aturan Permenhub No. 12/2019 dan menjadi pedoman bersama.
Sementara itu, Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani menyebut ada kemungkinan penaikan tarif ojol yang terjadi di wilayah Jabodetabek. Terlebih, hanya pengemudi di wilayah tersebut yang aktif menuntut penaikan.
"Awalnya yang mengusulkan memang asosiasi Jabodetabek, yang lain seperti Lampung mengatakan sudah cukup. Jabodetabek mengusulkan naik karena tarif supaya bisa dievaluasi tiap tiga bulan," paparnya.
Berdasarkan Permenhub No. 12/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat untuk wilayah Jabodetabek atau Zona II, biaya jasa minimal ialah Rp8.000 hingga Rp10.000 untuk 4 kilometer pertama. Setelah itu, berlaku tarif per kilometer, yakni batas bawah Rp2.000 dan batas atasnya senilai Rp2.500.
Sementara untuk Zona I yang meliputi Sumatra, Jawa, Bali tarifnya Rp1.850-Rp2.300 per kilometer dengan biaya minimal Rp 7.000-10.000. Adapun, Zona III yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lainnya sebesar Rp 2.100 --2.600 per kilometer dengan biaya minimal Rp7.000-10.000.