Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan tarif ojek online (ojol) belum layak dilakukan dengan berkaca pada tarif angkutan umum resmi yang hingga saat ini belum ada penyesuaian.
Sektetaris Harian YLKI Agus Suyatno mengatakan langkah evaluasi tarif ojol dapat dilakukan setiap tiga bulan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 348/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Namun, saat ini justru tarif angkutan umum yang resmi seperti Transjakarta belum pernah dievaluasi sejak 2004.
"Tarif angkutan umum yang resmi saja juga tidak semudah itu dinaikkan. Kenapa untuk tarif ojol yang notabene bukan angkutan resmi malah akan dievaluasi per tiga bulan," kata Agus kepada Bisnis.com, Rabu (29/1/2020).
Menurutnya, formulasi kenaikan tarif pada September 2019 sudah mencerminkan tarif yang sebenarnya dan sesuai dengan biaya pokok dengan margin laba yang sewajarnya.
Dia juga melihat selama tiga bulan ini belum adanya dinamika eksternal yang secara signifikan berpengaruh terhadap biaya operasional ojol. Hal tersebut terlihat dari tidak ada kenaikan pada bahan bakar minyak (BBM) dan kurs rupiah yang cenderung stabil.
Agus berpendapat alasan kenaikan tarif akibat naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi tidak relevan. Pasalnya, pihak aplikator tidak menanggung BPJS Kesehatan kepada pengemudinya.
Baca Juga
Sementara itu, imbuhnya, pasca kenaikan tarif ojol sejak September 2019, juga tidak dibarengi dengan adanya kajian atas pelayanan kepada pengguna dari aspek keamanan. Kemenhub diharapkan untuk merevisi ketentuan evaluasi tarif ojol menjadi enam bulan sekali.
Pihaknya menilai pendapatan pengemudi ojol juga dipengaruhi oleh kebijakan aplikator yang jor-joran merekrut anggota baru, tanpa mempertimbangkan tingkat permintaan dan penawaran.
Tak hanya itu, turunnya pendapatan pengemudi juga dikarenakan adanya promo yang diberikan oleh pihak ketiga, seperti OVO dan Gopay. Promo tersebut masih diperbolehkan asal tidak melewati ketentuan tarif batas bawah.
"Hal ini yang seharusnya diintervensi Kemenhub, bukan melulu kenaikan tarif," tegasnya.