Bisnis.com, JAKARTA - Seiring bakal berakhirnya pasokan gas melalui pipa ke Singapura pada 2023, pemerintah akan mencari pasar domestik. Saat ini, gas bumi yang berasal dari Blok Corridor, dialirkan ke Singapura sebesar 300 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).
Gas bumi yang dialirkan ke Singapura, dimulai sejak 12 September 2003 hingga 12 September 2023 dan dikelola oleh PT Transportasi Gas Indonesia (TGI). Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fansurullah Asa tengah mencari pasar domestik untuk peralihan pasokan gas yang diekspor.
Berdasarkan laporan kinerja bisnis PT Transportasi Gas Indonesia 2018, dalam kurun 2015 - 2018 pasokan gas yang melintas melalui jaringan Grissik - Singapura sebesar 405,8 mmscfd - 414,2 mmscfd dengan tingkat utilitas berkisar 87 persen - 89 persen.
Keputusan ini pun menegaskan pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya pada rapat kerja dengan komisi VII DPR RI.
"Gas masih banyak di Sumatra, pasokan ke Singapura berakhir 2023 akan kami tarik ke dalam negeri," tutur Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, November silam.
Tidak diperpanjangnya kontrak pasokan gas melalui pipa ke Singapura, untuk memastikan memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.
Baca Juga
Guna mendukung pengalihan pasokan gas tersebut, Pemerintah telah menyiapkan infrastuktur melalui pembangunan jaringan pipa transmisi, seperti Dumai - KEK Sei Mangke dan Wilayah Jaringan Distribusi (WJD).
"Sudah ada 193 WJD [keseluruhan] yang diusulkan oleh Badan Usaha," kata Fanshurullah, Rabu (4/2/2020).
Dalam keterangan pers yang diunggah di situs resmi Kementerian ESDM, rencananya gas yang dipasok ke Singapura akan dialirkan ke pipa Duri Dumai, kemudian dialirkan ke kawasan industri wilayah Sumatra.
Harga gas yang akan dilepas ke industri Sumatra dipatok sebesar US$6 per MMBTU sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Dengan harga jual gas tersebut, berarti ada pemangkasan sekitar US$4. Pasalnya, harga gas ke Singapura tercatat US$10 per mmbtu. Angka jual tersebut pernah diungkapkan oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam paparan kinerja 2019 dan rencana 2020.
Terpisah, Anggota Komite BPH Migas Jugi Pajogio mengatakan sebagai persiapan pengalihan alokasi gas, pihaknya perlu melakukan kajian teknis ruas pipa mana saja yang perlu diperbesar ataupun perubahan arah aliran gas.
"[sebenarnya] bisa juga nyambung ke pipa Cirebon - Semarang, jika ada pasar potensial di sepanjang jalur pipa ini," katanya, kepada Bisnis.com, Jumat (7/2/2020).
Secara prinsip, aliran gas juga dapat memenuhi kebutuhan di daerah Sumatra lainnya, tetapi melihat tren yang ada, permintaan akan lebih besar ada di Pulau Jawa.
Jugi mengatakan dengan peningkatan volume aliran gas, memang ada kemungkinan biaya angkut (toll fee) turun. "Tapi jika pipa diperbesar kan berarti ada capex baru, jadi perlu dihitung secara cermat," katanya.
INDUSTRI KENDAL
Mulai dibangunnya jaringan pipa Cirebon - Semarang (Cisem) diperkirakan akan melayani kebutuhan gas kawasan industri Kendal. Dengan potensi pengembangan kawasan tersebut, saat ini tengah dibangun pula jaringan pipa Gresik - Semarang (Gresem).
Untuk jaringan pipa Gresem, gas bumi nantinya berasal dari Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB). Nantinya, jika pipa Cisem telah rampung, aliran gas dari JTB pun dapat diteruskan melalui jaringan tersebut.
Peletakan batu pertama pipa Cisem yang dilakukan setelah 14 tahun lelang ini, merupakan wujud pelaksanaan tugas dan fungsi BPH Migas dalam pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi di Indonesia.
PT Rekayasa Industri (Rekind) ditetapkan sebagai pemenang lelang berdasarkan SK Kepala BPH Migas nomor 035/Kpts/PL/BPH Migas/Kom/III/2006 tanggal 21 Maret 2006 dengan spesifikasi penawaran lelang adalah diameter 28 inci dan panjang 255 Kilometer.
Adapun kapasitas desain 350-500 mmscfd dengan nilai investasi US$169,41 juta , dan besaran toll fee US$0,36.