Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan beleid penugasan pelaksanaan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur gas alam cair (LNG) serta konversi penggunaan BBM dengan LNG pada pembangkit listrik.
Beleid ini menjadi landasan hukum bagi PT PLN (Persero) dalam melakukan konversi 52 pembangkit listrik ke gas.
Lewat Keputusan Menteri ESDM No.13/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG, Serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG Dalam Penyediaan Tenaga Listrik, PLN mendapatkan kepastian pasokan LNG sebesar 166,98 BBTud untuk mengoperasikan 1.697 megawatt (MW) pembangkit listrik.
Keputusan tersebut menyebutkan enam poin penting untuk mengawal pembangunan infrastruktur dan gasifikasi pembangkit PLN. Contohnya, penugasan kepada PT Pertamina (Persero) untuk memasok dan membangun infrastruktur LNG guna pengoperasian 52 pembangkit PLN tersebut.
Selain itu, Pertamina diminta menyelesaikan pembangunan infrastruktur sementara PLN menyelesaikan kegiatan gasifikasi pembangkit dalam jangka waktu paling lambat 2 tahun sejak kepmen ditetapkan.
Kendati demikian, jika nantinya ada perubahan jadwal, Pertamina dan PLN perlu membuat kesepakatan terkait target penyelesaian pembangkit listrik serta volume kebutuhan LNG yang dilaporkan ke Kementerian ESDM.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan konversi ke gas akan menghemat pengeluaran biaya energi primer PLN. Selama ini, penggunaan solar membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan gas.
Harga gas yang lebih murah dibandingkan solar memungkinkan PLN untuk menjadikan pembangkit gas berproduksi saat beban dasar atau base load, tidak sebagai peaker seperti yang selama ini diterapkan.