Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pihaknya akan mengevaluasi kebijakan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang selama ini berlaku.
Pasalnya, hingga saat ini, penerimaan dari PPN masih belum optimal karena regulasi yang belum mampu menjawab perkembangan teknologi serta banyaknya pengecualian atas pengenaan PPN.
"PPN yang kita pungut hanya 50 persen dari potensi, jadi ke depan akan kita review apakah perlu dilanjutkan atau direvisi," ujar Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum 2020, Rabu (5/2/2020).
Tahun lalu, realisasi PPN hanya mencapai Rp532,9 triliun. Nominal ini lebih rendah dibandingkan 2018, di mana realisasinya tercatat mencapai Rp537,3 triliun.
Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal 2019 yang diasumsikan sebesar Rp16.011 triliun, VAT ratio pada 2019 tercatat hanya sebesar 3,33 persen. Rasio ini lebih rendah dibandingkan 2018, yang sebesar 3,62 persen.
Baca Juga
VAT gross collection ratio pun tercatat hanya mencapai 59,43 persen, jauh lebih rendah dibandingkan 2018 yang mencapai 64,97 persen.
Kebijakan PPN di Indonesia sebenarnya sering menjadi sorotan dari lembaga internasional. Terbaru, dalam laporan World Bank yang berjudul Aspiring Indonesia: Expanding The Middle Class diterangkan bahwa Indonesia mampu memungut PPN dengan nominal yang sama dengan Thailand dan Malaysia, meski di satu sisi tarif PPN di Indonesia lebih tinggi masing-masing 30 persen dan 40 perse dibandingkan dengan kedua negara tersebut.
Masalah ini terutama ditengarai oleh threshold omzet Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terlalu tinggi, mencapai Rp4,8 miliar. Lebih lanjut, tidak ada kewajiban bagi pengusaha untuk dikukuhkan menjadi PKP apabila omzetnya belum mencapai Rp4,8 miliar.
Kurang intensifnya penerimaan PPN ini ditambah lagi dengan banyaknya Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) yang dikecualikan dari pengenaan PPN seperti bahan pokok dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, World Bank pun menilai Indonesia perlu menurunkan treshold omzet PKP agar penerimaan negara bisa ditingkatkan dan dibelanjakan dalam rangka menyokong pertumbuhan masyarakat kelas menengah.