Bisnis.com, JAKARTA – Industri perhotelan merasa dirugikan semenjak kehadiran dua startup perhotelan berbasis aplikasi yakni OYO dan RedDoorz.
Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani menuturkan ini karena kehadiran dua perusahaan startup membuat okupansi hotel berklasifikasi bintang menjadi drop. Di samping itu, dua perusahaan rintisan tersebut rupanya dianggap tidak mematuhi aturan yang ada.
“Sebetulnya di aturan PUPR itu ada soal perumahan. Jadi yang namanya pengaturan untuk apartemen itu harusnya sewa bulanan. Jadi kalau hunian itu harus disewakan bulanan dan gak bisa harian,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (5/2/2020).
Hariyadi menilai baik OYO maupun RedDoorz dianggap menyalahi aturan yang ada dengan mengoperasikan kos atau apartemen layaknya hotel. Selain itu dia pun mempertanyakan kepatuhan dua startup itu untuk membayar pajak.
“Kedua dari segi aturan yang ada. Mereka kan seperti kos-kosan yang dioperasikan seperti hotel. Nah tentunya aturannya beda karena itu menyangkut prinsip. Jadi mereka gak bayar pajak yang berupa pajak daerah,” ujarnya.
Selain itu, konsep bakar uang yang dilakukan OYO dan RedDoorz juga dianggap sangat menganggu bisnis perhotelan klasifikasi bintang. Sebab, konsep itu berdampak pada drastisnya penurunan harga hotel yang berujung pada persaingan tidak sehat.
Baca Juga
“Sebetulnya dikomplain sama industri perhotelan itu karena mereka terus bakar uang, subsidi. Itu akan merusak harga dan itu yang paling parah banget. Nah itu sudah masuk dalam ketagori persaingan tidak sehat. Logikanya gak mungkin lah masa akomodasi di jual Rp100.000/malam. Hal itu yang sebetulnya menjadi perkara,” pungkasnya.