Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peringkat Utang RI Naik, Stabilitas Ekonomi dan Redam Inflasi Jadi Strategis

Kepala Ekonom PT BNI Tbk. Ryan Kriyanto menilai Pemeringkat Utang Jepang (Japan Credit Rating/JCR) menaikkan status Indonesia dari BBB menjadi BBB+ karena baiknya pertumbuhan ekonomi nasional.
Chief Economist BNI Ryan Kiryanto./JIBI-Abdullah Azzam
Chief Economist BNI Ryan Kiryanto./JIBI-Abdullah Azzam
 Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT BNI Tbk. Ryan Kiryanto menilai Pemeringkat Utang Jepang (Japan Credit Rating/JCR) menaikkan status Indonesia dari BBB menjadi BBB+ karena baiknya pertumbuhan ekonomi nasional.
 
"Saya kira faktor pendorong utama karena kinerja makroekonomi yang terkelola dengan baik. Stabilitas ekonomi, pasar yang besar, dan pertumbuhan rata-rata sebesar 5 persen sepanjang 5 tahun terakhir dinilai bagus," katanya ketika dihubungi Bisnis, Minggu (2/2/2020).
 
Sementara itu, lanjutnya, negara-negara tetangga yang setara dengan Indonesia justru tumbuh melambat. 
 
Ryan juga mengapresiasi kinerja pemerintah yang mampu mengelola laju inflasi sehingga sesuai target atau ekspektasi, yaitu 2,72 persen di 2019 dan sekitar 3,1 persen di 2020 ini. 
 
"Populasi 265 juta penduduk dengan demografi dan middle class category menjadi credit point untuk outlook ekonomi Indonesia di mata JCR," jelasnya.
 
Bukan itu saja, dia menilai stabilitas politik menjadi nilai plus. Pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo menawarkan program reformasi struktural. Satunya rencana penerbitan Omnibus Law untuk Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law Perpajakan.
 
Menurutnya, rencana penyusunan kedua kebijakan tersebut menjadi nilai tambah.  Dia berharap peluang lonjakan investasi langsung, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri, makin terbuka lebar.
 
"Arus investasi diprediksi meningkat seiring predikat investment grade dari JCR, Moodys, maupun Fitchs dan Standard and Poors," tuturnya.
 
Lebib lanjut, Ryan menilai ekonomi Indonesia terbilang kuat menghadapi situasi ketidakpastian yang melanda perekonomian global. Dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China tidak serta-merta mematikan roda perekonomian dalam negeri.
 
Menurutnya, Indonesia relatif terisolasi dari efek trade war karena bukan eksportir besar dan tidak termasuk pemain dominan dalam global supply chain. Namun, dia tak menampik Indonesia memang tidak imun terhadap trade war.
 
"Jangan lupa yang menopang PDB Indonesia adalah konsumsi rumah tangga sebesar 57 persen, bukan ekspor dan impor," tuturnya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper