Bisnis.com, JAKARTA- Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengusulkan pemberian insentif bagi industri yang mau menyerap garam lokal.
Taufik Ahmad Direktur Kebijakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan industri di tanah air membutuhkan garam berkadar Natrium Chloride (NaCl) di atas 97% dan seringkali kebutuhkan itu tidak dapat dipenuhi dari produksi garam lokal.
“Tapi sebenarnya kalau diolah lebih lanjut, garam lokal bisa mencapai kadar yang sesuai dengan standar industri yakni di atas 97 persen,” ujarnya, Selasa (28/1/2020).
Menurutnya, industri yang mau menyerap garam lokal dan kemudian melakukan pengolahan lebih lanjut untuk mencapai standar yang dipersyaratkan perlu diberi insentif oleh Pemerintah. Hal itu penting dilakukan untuk menstimulasi semua pelaku usaha manufaktur agar bisa menyerap produksi garam lokal.
Menurutnya, KPPU telah mendalami karakteristik industri garam dan kebijakan yang menaunginya. Salah satu problema besar industri garam saat ini adalah melimpahnya hasil produksi 2019, tetapi hanya sebagian yang terserap pasar. Industri pengguna, lanjutnya, menganggap garam petambak tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
“Kondisi ini menjadi ironi, karena di tengah pasokan garam petambak yang melimpah, dilakukan impor dalam jumlah yang besar. Sampai saat ini seperti hampir tidak ada solusi bagi upaya pemecahan masalah agar garam petambak bisa memenuhi kebutuhan pasar, dan menjadi substitusi garam impor. Kabar peningkatan jumlah impor sebesar 6% di tahun 2020, menggambarkan kondisi tersebut,” ucapnya.
Kondisi ini, lanjutnya, terus menekan garam petambak. Harga garam petambak meluncur menjadi Rp 150/kg. Salah satu problema klasik yang muncul adalah rembesnya garam industri impor ke garam konsumsi, di tengah banyaknya garam petambak yang tidak terserap pasar. Rendahnya garam petambak yang hanya Rp 150/Kg, semakin terasa menjadi ironi karena harga eceran garam konsumsi di retailer berada di atas Rp 10.000/Kg.
Guntur Saragih, Komisioner KPPU mengatakan bahwa bentuk insentif kepada pelaku usaha yang menyerap garam lokal diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah. Yang pasti, lanjutnya, perlu ada upaya lanjutan agar tercapai solusi penyerapan garam produksi lokal.
KPPU telah memberikan saran pertimbangan kepada Pemerintah terkait upaya perbaikan industri garam, yakni pencegahan perembesan garam industri, dapat dilakukan melalui pengendalian importasi garam industri, melalui pengajuan kebutuhan oleh industri pengguna garam, bukan oleh importir. Setelah itu, garam yang diimpor hanya boleh didistribusikan ke industri pengguna tersebut, bukan ke konsumen lainnya.
Terkait belum optimalnya serapan garam petambak oleh pasar, perlu dilakukan upaya pemberian prioritas kepada garam petambak dalam memenuhi pasar dan peningkatan daya saingnya.
Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, dalam jangka pendek, perlu dilakukan perbaikan akurasi data neraca garam nasional. Akurasi, tuturnya, diperlukan untuk memastikan bahwa kebutuhan garam industri tertentu, dapat dipenuhi garam petambak secara optimal.
Proses penurunan impor sampai 975.228 ton pada 2019, memperlihatkan bahwa banyak industri yang pemenuhannya bisa dioptimalkan melalui garam petambak.
Kedua, dalam jangka menengah, Pemerintah harus secara berkelanjutan mengembangkan program peningkatan kualitas dan daya saing garam petambak. Selain itu, untuk membantu petambak perlu dikembangkan sistem resi gudang garam.
Hal lain yang perlu dikembangkan adalah pemberian insentif kepada industri pengolah garam yang mampu menghasilkan garam industri dari bahan baku garam petambak.
Ketiga, dalam jangka panjang, pengembangan industri dapat diarahkan kepada upaya terciptanya berbagai model atau teknologi pengolahan garam dan ekstensifikasi tambak garam di lokasi yang secara geografis dapat menjadi wilayah yang tepat untuk menghasilkan garam secara optimal dan kompetitif.