Bisnis.com, JAKARTA - Pemindahan ibu kota diharapkan dapat memberikan pemerataan pendapatan wilayah antarprovinsi. Namun, ekonom menilai pemerataan pendapatan antarprovinsi belum signifikan.
Ketua Tim Peneliti Perpindahan Ibu Kota Rizal Taufikurahman merekomendasikan perlu adanya linkage dan konektivitas antarsektor dan antar wilayah utuk mengatasi masalah tersebut.
Menurutnya linkage penting untuk mendorong nilai tambah ekonomi. Ibu kota lama, menurutnya, harus menjadi back up, termasuk juga Makassar.
Dia mengatakan ibu kota baru seyogyanya menjadi sister city dari ibu kota lama, hal ini dikarenakan Ibu Kota Negara (IKN) baru perlu ditopang dalam pemenuhan daya beli dan konsumsi rumah tangganya. Selain itu perlu diberikan insentif untuk beberapa kebutuhan konsumsi agar inflasi IKN terkendali.
Diperlukan adanya kebijakan insentif bagi provinsi-provinsi yang turun PDRB riilnya, melalui pengutan industri manufaktur dan perbaikan kinerja investasi yang memudahkan para investor masuk, yakni perbaikan iklim dan aturan penanaman modal dari pusat hingga daerah.
Artinya, Omnibus Law untuk investasi dan bisnis harus menguntungkan daerah, terutama yang terpapar secara negatif pertumbuhan ekominya lantaran pemindahan IKN.
“Omnibus Law ini juga akan bagus dan akan sangat efektif untuk membantu menyelesaikan dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi ,” ujar Rizal, dikutip Kamis (23/1/2020).
Rizal mengatakan di lihat dari aspek ekonomi dampak pemindahan Ibu Kota Negara belum signifikan. Bahkan, lanjutnya, pemerataan pendapatan antarprovinsi juga belum sesuai yang diharapkan.
Menurut Rizal, dilihat dari aspek regional, pemindahan IKN dampaknya hanya akan menurunkan PDRB riil baik jangka pendek maupun panjang. Jika dilihat dari aspek tersebut, pemindahan IKN hanya akan mengguntungkan daerah tujuan dan belum tentu mengurangi ketimpangan antarprovinsi.
“Bahkan di seluruh Kalimantan saja belum [merata]. Yang berdampak besar hanya Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan,” kata Rizal.
Rizal mengklaim pemindahan ibu kota tidak terlalu signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Dia berujar dalam jangka pendek memang beberapa wilayah dapat mengalami pertumbuhan ekonomi, namun belum merata.
“Secara nasional, pertumbuhan ekonomi juga diprediksi kecil karena bukan pemindahan pusat bisnis A ke B. Perpindahan tata kelola ini seharunya menstimulus pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur belum akan memberikan dampak signifikan kepada pertumbuhan nasional, angkanya hanya sekitar 0,02 persen. Rencana ini hanya akan menyumbang kepada Kalimantan Timur sebesar 0,24 persen, Kalimantan Selatan dan Papua Barat masing masing sebesar 0,01persen. Dampak bagi provinsi lainnya masih tercatat negatif.