Bisnis.com, JAKARTA - Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi I menanti kepastian pemerintah dalam melakukan perpanjangan operasi dan menentukan luasan wilayah.
PT Arutmin Indonesia mengaku sudah melakukan kajian internal mengenai potensi kerugian jika konsensi lahan pertambangan jadi dipatok maksimal seluas 15.000 hektare (ha). Adapun kontrak Arutmin Indonesia akan habis pada 1 November 2020.
Sebelumnya, kontrak PT Tanito Harum telah lebih dulu habis pada 14 Januari 2019 dan tidak diperpanjang.
General Manager dan External Affairs Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan pemerintah melalui kementerian ESDM juga sudah memiliki kajian luasan lahan saat perpanjangan operasi dilakukan. Hanya saja, hingga saat ini pemerintah belum memberikan kepastian terkait perpanjangan tersebut maupun luas wilayahnya.
Arutmin mengharapkan agar kepasian dapat segera didapat sehingga perseroan tersebut dapat melakukan serangkaian perizinan terkait operasi produksi batu bara.
"Tambang ini bukan sesuatu yang kita selesai seperti bangun rumah, tapi ada risiko," katanya Selasa (21/1/2020).
Baca Juga
Ezra menuturkan Arutmin saat ini memiliki luas wilayah 57.107 ha dengan cadangan yang masih ekonomis sampai usia perpanjangan operasi 2x10 tahun. Saat ini, dari total wilayah tambang perseroan, yang baru berproduksi hampir setengahnya.
Adapun pada 2019, produksi Arutmin mencapai 27 juta ton batu bara dengan kontribusi terhadap penerimaan negara mencapai US$400 juta per tahun.
Menurutnya, jika pemerintah tetap membatasi luasan maksimal Arutmin menjadi 15.000 ha, pihaknya kemungkinan akan menghitung kembali keekonomian tambang dengan meminta sejumlah kompensasi. Bentuk kompensasi tersebut dapat berupa iuran royalti maupun insentif lainya.