Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peran Belanja Negara Tekan Kemiskinan Masih Terbatas, Begini Solusinya

Peran pertumbuhan belanja negara terhadap pertumbuhan ekonomi masih relatif terbatas, atau belum mencapai 10% guna menyusutkan angka kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran secara permanen.

Bisnis.com, JAKARTA - Peran pertumbuhan belanja negara terhadap pertumbuhan ekonomi masih relatif terbatas, atau belum mencapai 10% guna menyusutkan angka kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran secara permanen.

Direktur Peneliti CORE Indonesia Pieter Abdullah mengatakan untuk menyusutkan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial harus ditopang dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas dalam menyediakan lapangan kerja yang cukup merata.

Dia menuturkan peran terbatas belanja pemerintah tersebut dibuktikan dengan masih tertahannya pertumbuhan ekonomi dikisaran 5% pada 2019, meskipun pemerintah sudah memacu belanja pemerintah.Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara 2019 tumbuh sebesar 4,4% jika dibandingkan dengan 2018.

Kendati begitu, pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa berbangga hati lantaran tingkat kemiskinan Indonesia menyentuh tingkat terendah di posisi 9,41% dari sebelumnya 9,8% pada Maret 2018. Koefisiensi gini rasio juga membaik dari 0,389 menjadi 0,382 pada Maret 2019. Capaian tersebut akan menjadi dasar untuk menopang langkah pembangunan di 2020.

Pieter menilai untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, pemerintah perlu mampu memacu pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi. “Keduanya terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 80%,” kata Pieter kepada Bisnis, dikutip Minggu (19/1/2020).

Guna memacu pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi tersebut, lanjutnya, pemerintah dapat mensinergikan kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil. Menurutnya, tantangan terbesar mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga adalah disposal income, yang menjadi ukuran daya beli yang terus turun.

“Disisi lain terkait investasi, tantangan besarnya lebih banyak mulai dari keringnya likuiditas yang menyebabkan suku bunga tinggi, hingga permasalahan atau hambatan investasi,” jelasnya.

Selain itu, bantuan sosial juga tidak efektif untuk mengentaskan kemiskinan secara permanen. Sementatara dana transfer daerah akan sangat bergantung pada kemampuan daerah untuk mengelola dana.

“Sebagian besar dana transfer daerah tersebut untuk biaya operasional bayar gaji pegawai, bukan untuk program investasu yang benar-benar dirancang untuk meningkatkan produktivitasnya untuk mengentaskan kemiskinan, bahkan di sebagian daerah hanya mengendap di BPD,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Keungan Sri Mulyani mengatakan penurunan kemiskinan juga tidak terlepas dari belanja pemerintah yang memberikan perlindungan kepada masyarakat. Dia mengatakan di tengah ketidakpastian ekonomi global, APBN 2019 di dorong ekspansif countercyclical untuk menjalankan peran strategis dalam menjaga stabilitas makroekonomi.

“Kebijakan kita akan terus mendorong dan menjadi counter cyclical yang efektif untuk menjaga momentum ekonomi dan menjaga stabilitas ekonomi, kebijakan fiskal tentu akan terus kita koordinasikan dengan kebijakan moneter bersama-sama untuk bisa menjaga perekonomian,” kata Sri Mulyani.

Lebih jauh, dia memaparkan realisasi belanja negara di 2019 mencapai Rp2.310,2 triliun atau tumbuh 4,4% dari realisasinya di 2018.

Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut meliputi Belanja K/L sebesar Rp876,4 triliun. Kinerja penyerapan belanja K/L yang cukup tinggi tersebut antara lain dipengaruhi oleh adanya tambahan belanja pegawai oleh kebijakan kenaikan gaji 5% dan kenaikan tunjangan kinerja beberapa K/L, kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan penambahan anggaran penanggulangan bencana.

Selain itu, terdapat pelaksanaan berbagai program dan agenda strategis Pemerintah seperti Pemilihan Umum (Pemilu), dan kebijakan kenaikan indeks manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) untuk mendukung percepatan pengurangan kemiskinan.

Di sisi lain, realisasi belanja Non K/L sebesar Rp622,6 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari pembayaran bunga utang Rp275,5 triliun dan subsidi sebesar Rp201,8 triliun. Realisasi subsidi relatif lebih kecil dari pagu APBN 2019. Hal tersebut dipengaruhi oleh lebih rendahnya harga Indonesian Crude Price (ICP), menguatnya nilai tukar rupiah, serta penajaman alokasi subsidi pupuk.

Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp811,3 triliun (98,1% dari target APBN tahun 2019), lebih tinggi 7,1% dari realisasi di tahun 2018.

Pencapaian realisasi TKDD tersebut antara lain dipengaruhi oleh penyelesaian sebagian kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) sampai dengan tahun 2018, adanya kebijakan penyaluran DAU tambahan untuk pembayaran kenaikan iuran jaminan kesehatan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan kinerja Pemerintah Daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper