Bisnis.com, JAKARTA - Perjanjian dagang fase 1 antara AS dan China sebagai momentum positif bagi para pelaku pasar keuangan untuk kembali aktif.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menegaskan redanya volatilitas pasar keuangan global dan risiko volatilitas aliran modal akan berdampak pada stabilitas yang semakin kondusif kepada perekonomian pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Ini memberikan sinyal positif bagi pelaku pasar keuangan yang selama ini mengambil posisi 'wait and see'," ujar Dody kepada Bisnis, Kamis (16/1/2020).
Tahap selanjutnya, Dody melihat dampak perjanjian dagang ini akan terasa di sektor riil, terlebih lagi dengan adanya fase-fase berikutnya. Jika fase selanjutnya memberikan dampak positif, Dody yakin ini akan memicu perbaikan ekonomi global.
Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menegaskan perdamaian antara AS dan China yang dituangkan dalam perjanjian dagang fase 1 ini akan membuat pasar uang dunia kembali ke mode 'risk-on'. Dengan demikian, pasar akan kembali memburu aset dengan imbal hasil tinggi.
"Aset high yield akan cenderung naik karena demand meningkat, sehingga negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, akan mendapatkan inflow dana asing yang kencang," ungkap Satria.
Baca Juga
Menurutnya, pergerakan pasar ini sudah terbaca sejak November dan Desember 2019. Saat itu, pasar sudah membaca kepastian perundingan dagang dari dua negara besar tersebut.
Perdamaian AS dan China ini, kata Satria, akan berdampak kepada neraca perdagangan Indonesia.
Satria memperkirakan neraca perdagangan RI akan mengalami surplus pada 2020. Ini akan menjadi surplus pertama dalam tiga tahun terakhir.