Bisnis.com, JAKARTA - Berakhirnya perang dagang AS dan China yang ditandai dengan kesepakatan perjanjian dagang tahap I pada pekan ini, Kamis (16/1/2020), membuat proyeksi pergerakan ekonomi Indonesia tahun 2020 kian positif.
Tidak hanya IHSG yang menghijau, rupiah menguat dengan adanya kabar baik dari Washington tersebut.
Rupiah pada pukul 10:21 WIB menguat sebanyak 63 poin menjadi Rp13.633 per dolar AS. Penguatan ini membawa harapan positif bagi otoritas moneter Tanah Air, Bank Indonesia.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah meyakini penandatanganan perjanjian dagang fase I membuka peluang bagi rupiah untuk dapat bergerak stabil pada 2020.
"Tentu saja ini didukung dari kondisi domestik dengan terus berlanjutnya perbaikan defisit neraca transaksi berjalan secara gradual dan inflasi yang rendah," tegas Nanang dalam pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (16/1/2020).
BI mencatat performa rupiah sepanjang 2019 yang cukup baik di kawasan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan rupiah sepanjang 2019 mengalami apresiasi sebesar 2,68 persen.
Baca Juga
"Terbaik kalau di Asia, di bawah Thailand," ungkap Perry (3/1/2019).
Pelung penguatan rupiah yang terbuka lebar diamini oleh Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk. Ryan Kiryanto. Dia melihat Indonesia akan diuntungkan dengan perkembangan baik dari dua mitra dagang terbesar Indonesia tersebut.
"Efek kesepakatan fase 1 tersebut akan meningkatkan outlook ekonomi AS dan China sehingga berpeluang mendongkrak permintaan barang dari Indonesia," ujar Ryan.
Ketika ekspor Indonesia kembali menguat, artinya stabilitas pergerakan rupiah semakin pasti. Pasalnya, ekspor yang meningkat dapat mendorong penguatan cadangan devisa yang diyakni dapat tembus di atas US$130 miliar.
Ryan memperkirakan rupiah sepanjang 2020 akan cenderung menguat di kisaran Rp13.600-Rp13.800 per dolar AS. Peningkatan ekspor Indonesia akan terasa pada kuartal kedua tahun ini. "Besar kemungkinan akan surplus berkelanjutan," ungkap Ryan.
Dengan selesainya perang dagang ini, dia melihat kebijakan bank sentral akan lebih condong 'dovish' atau akomodatif ke arah yang lebih propertumbuhan. "BI sudah janji akan melanjutkan kebijakan akomodatif sebagai jamu manis," kata Ryan.
BI menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1 persen - 5,5 persen pada 2020 dan defisit transaksi berjalan (current account deficit) akan terjaga pada kisaran 2,5 persen - 3,0 persen.