Bisnis.com, JAKARTA - Kesepakatan dagang fase satu yang dicapai pada Desember 2019 membatalkan penetapan tarif AS terhadap telepon seluler, mainan hingga laptop produksi China serta memangkkas separuh dari tarif impor eksisting menjadi 7,5% dari barang-barang China senilai US$120 miliar.
Meski demikian, kesepakatan yang ditandatangani Rabu (15/1/2020), di Washington itu tidak memberikan perubahan pada tarif 25% yang dikenakan pada produk industri dan komponen asal China senilai US$250 miliar.
Tarif balasan China terhadap lebih dari US$100 miliar produk Amerika juga tetap berlaku.
Pada Oktober 2019, International Monetary Fund mengungkapkan bahwa gejolak pasar dan lemahnya investasi terkait dengan ketidakpastian perdagangan memangkas pertumbuhan global pada 2019 ke tingkat terendah sejak krisis keuangan 2008-2009.
Tarif impor China diketahui telah membebani perusahaan AS sebesar US$46 miliar.
"Ini merupakan bukti bahwa pemberlakuan tarif telah menaikkan biaya input bagi produsen AS dan mengikis daya saing," seperti dikutip melalui Reuters, Kamis (16/1/2020).
Produsen mesin diesel Cummins Inc. mengatakan pada Selasa (14/1/2020), bahwa kebijakan proteksionis ini membuat perusahaan harus mengeluarkan dana US$150 juta hanya untuk membayar tarif mesin yang diproduksi di China.
Trump yang memanfaatkan kesepakatan fase satu sebagai pilar kampanye pemilu untuk periode kepresidenan kedua pada November 2020, mengatakan bahwa dia setuju untuk menghapus tarif yang tersisa setelah negosiator telah merundingkan kesepaktan fase dua.
"Semua tarif akan dihapus begitu kita menyelesaikan fase dua," kata Trump, yang menambahkan bahwa dia akan mengunjungi China dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Trump menambahkan bahwa negosiasi tersebut akan segera dimulai, meskipun dalam wawancara dengan Fox Business Network, Wakil Presiden Mike Pence mengatakan mereka sudah memulai diskusi mengenai kesepakatan fase dua.