Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan peternak ayam petelur menyatakan opsi afkir dini pada ayam produktif berpotensi dilakukan dalam waktu dekat demi menekan biaya produksi di tengah tren kenaikan harga jagung yang berlanjut.
Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional Musbar Mesdi mengemukakan aksi afkir pada ayam petelur berusia 80 minggu kemungkinan bakal terjadi pada Februari sampai Maret. Dia memperkirakan harga jagung bakal berada di level tertingginya pada periode ini mengingat panen raya yang kemungkinan besar bakal mundur akibat kemarau berkepanjangan pada 2019 lalu.
Musbar mengemukakan harga jagung pipil kering saat ini berkisar di harga Rp4.700–Rp5.200 per kilogram di berbagai daerah. Dia memperkirakan harga jagung akan kembali normal setidaknya pada April mendatang.
Kenaikan harga sendiri disebutnya mulai terasa sejak pekan ketiga Desember 2019. Adapun harga normal jagung sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018 dipatok di angka Rp3.150–Rp4.000 per kilogram untuk jagung pipil kering dengan kadar air 15%.
“Panen raya kemungkinan baru ada ketika Februari sampai Maret untuk lahan ladang, kadar airnya 27%–30%. Padahal proses pengeringan dan transportasi sendiri paling tidak membutuhkan waktu 3 minggu sehingga harga jagung akan kembali normal pada April,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (13/1/2020).
Afkir dini sendiri kerap menjadi alternatif peternak layer dalam mengendalikan populasi dan produksi telur. Pada umumnya, peternak akan melakukan peremajaan pada ayam layer yang telah memasuki usia 80 minggu.
Kendati demikian, Musbar mengatakan masa pemeliharaan bisa lebih panjang sekitar 12–16 minggu menjadi 96 minggu akibat kondisi genetik yang membaik. Produksi telur pun meningkat dari 280–320 butir per ekor menjadi 380–400 butir per ekor.
Kontribusi jagung pada biaya produksi telur pun disebut Murbar amatlah besar, sekitar 65% dari total biaya untuk setiap kilogram telur yang dihasilkan.