Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alih Fungsi Lahan Salah Satu Penyebab Banjir di Jakarta

Alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab banjir di Jakarta, selain intensitas hujan yang ekstrem pada awal tahun ini.
Banjir merendam kawasan Jalan Jatinegara Barat, Kampung Pulo, Jakarta, Kamis (2/1/2020)./ ANTARA -Nova Wahyudi
Banjir merendam kawasan Jalan Jatinegara Barat, Kampung Pulo, Jakarta, Kamis (2/1/2020)./ ANTARA -Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA - Alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab banjir di Jakarta, selain intensitas hujan yang ekstrem pada awal tahun ini.

Plt. Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hudoyo mengatakan terjadi perubahan pola hujan dan semakin merata di wilayah Jakarta. Pada 1 Januari 2020, tercatat hujan di daerah Halim intensitasnya mencapai 377 mm/hari. 

Padahal, di Bogor saja dalam 1 tahun curah hujannya sebanyak 2.000 mm. "Sebelum air dari Bogor jatuh ke Jakarta, Jakarta sudah banjir," katanya di Gedung Manggala Wanabakti, Selasa (7/1/2020).

Banjir Jakarta didukung dengan kenyataan letaknya yang berada di lereng kaki sistem kipas aluvial daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Kondisi tersebut menempatkan Jakarta sebagai tempat akumulasi air. 

Hasil perhitungan berdasarkan data curah hujan BMKG pada 31 Desember 2019-1 Januari 2020 menunjukkan bahwa 8 DAS, termasuk 13 sungai di dalamnya, menyuplai air ke Jakarta sebanyak 7.616,88 m3/detik. Maka, terdapat kelebihan air sebanyak 4.566,28 M3/detik yang menggenang Jakarta. 

Perhitungan ini, kata Hudoyo, telah mempertimbangkan koefisiensi limpasan yang dikontrol oleh kondisi tutupan lahan. Koefisiensi limpasan wilayah Jakarta rata-rata sebesar 0,61 yang berarti 61% hujan menjadi limpasan dan hanya 39% meresap ke dalam tanah. 

Karenanya, tata ruang mempunyai andil besar dalam banjir kali di ibu kota. "Semua sekarang berubah fungsi selain drainase yang jelek. Kita tidak menyalahkan, tapi itu sebagian penyebab banjir," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS KLHK Saparis Soeharjanto menambahkan dulu ada sekitar 1.500 situ di Jabodetabek, saat ini hanya tercatat 178. Rawamangun, Rawa Belong, Rawa Sari, dan Rawa Buaya adalah toponimi wilayah rawa dengan peran sangat penting dalam retensi air yang saat ini justru menjadi pusat kota dengan luas resapan yang minim. 

"Sekarang sudah tidak ada rawa, isinya apartemen Kalibata, mall, rawa-rawa sudah hilang. Pancoran duku ada bendungan di situ, sekarang sudah tidak ada," singgungnya.

Tingkat pembangunan yang ada pun tidak sebanding dengan sistem drainase atau gorong-gorong. Akibatnya, air hujan tidak tertampung dan menyebabkan banjir. "Perubahan tutupan lahan memicu banjir," tegasnya.

Selain alih fungsi lahan menjadi bangunan, kerusakan hutan juga menyuplai sedimentasi. Kawasan hutan di wilayah DAS pun semakin menipis. 

Untuk DAS Ciliwung, kawasan hutannya hanya 8% sementara 92% menjadi area penggunaan lain (APL). DAS Cisadane kawasan hutannya hanya 17% dan 83% APL. DAS Kali Bekasi, kawasan hutannya 38% dan 62% APL.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Desyinta Nuraini
Editor : Lucky Leonard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper