Bisnis.com, JAKARTA - Wacana membuka kembali ekspor benih lobster yang dilontarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mendapat sorotan dari sejumlah pihak, termasuk saran untuk menahan diri.
Salah satunya datang dari Penasihat Pusat Transformasi Kebijakan Publik Abdul Halim. Menurutnya perlu kajian matang apabila Edhy ingin membuka keran ekspor yang dilarang oleh menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
Adapun kebijakan terkait benih lobster diatur dalam Permen KP No.56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah RI.
Jika Edhy menyebut ada kenaikan stok lobster, menurut Abdul perlu dijelaskan berapa dan di mana saja sebaran stok tersebut. Begitu pula dengan rencana untuk membesarkan benih lobster yang perlu didetailkan.
Harus dijelaskan pula peta jalan yang akan disiapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pemanfaatan lobster.
"Sejumlah pertanyaan di atas perlu dijawab oleh Menteri KP sebelum melontarkan wacana pembolehan kembali ekspor benih lobster, terlebih apabila manfaat usaha pembesaran lobster justru lebih dinikmati oleh negara tetangga seperti Vietnam," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (17/12/2019).
Baca Juga
Abdul menyarankan sebaiknya Edhy menahan diri dan melakukan kajian di internal KKP terlebih dahulu sebelum melontarkan wacana ini. Dia menegaskan kajian tersebut harus melibatkan para ahli yang kredibel guna menghadirkan kepastian usaha perikanan yang berujung pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
"Di sinilah pentingnya kajian itu dilakukan, apalagi Menteri KP baru menjabat 2 bulan. Tidak perlu buru-buru sepanjang basis argumentasi dan peta jalan pemanfaatannya dihadirkan terlebih dahulu," saran Abdul.
Dia juga mengingatkan yang harus dikedepankan adalah tata kelola perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab, bukan tata kelola perikanan yang serba terburu-buru, asumtif-eksploitatif, dan mengabaikan prinsip sustainable and responsible fisheries.