Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut B. Panjaitan mengatakan sumber energi ramah lingkungan yang besar di Indonesia bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan jika dikelola dengan baik.
“Selama bertahun-tahun kami baru menyadari potensi energi ramah lingkungan ini. Jika ini bisa kami kelola, tentunya bisa dapat menekan neraca transaksi Indonesia. Perang dagang yang terjadi membuat kami sadar akan potensi ini. Hydropower, misalnya, di Papua kami memiliki potensi sekitar 22,000 MW, di Kalimantan sebesar 11,000 MW, masih ada lagi energi angin, biomass, dan masih banyak lagi. Total potensinya sekitar 443,208 MW,” kata Luhut.
Hal ini dia sampaikan ketika menjadi pembicara pada Forum Bloomberg New Energy Finance yang berlangsung di Shanghai pada Rabu (4/12/2019), seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Menurutnya, dengan mengolah energi yang ramah lingkungan dan lebih murah ini ketergantungan pada impor BBM dapat lebih ditekan. Pasalnya hal ini merupakan salah satu faktor utama terjadinya defisit pada neraca perdagangan.
“Kami berharap masyarakat semakin memanfaatkan potensi-potensi tersebut. Pengembangan energi terbarukan ini bisa didorong oleh semakin murahnya teknologi baterai lithium,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan pihaknya sudah melakukan pertemuan sebanyak dua kali dengan Governor Directors and Corporate Auditors JBIC Tadashi Maeda, yang membicarakan kemungkinan kerja sama pembiayaan di bidang energi ramah lingkungan.
Baca Juga
Guna mengembangkan potensi-potensi energi ramah lingkungan ini, di sela-sela forum tersebut dia menerima Yashushi Fukuzumi, Vice President Mitsubishi Heavy Industries untuk membicarakan potensi pengembangan energi matahari di Indonesia.
Selain itu, Luhut juga menyampaikan bahwa Indonesia sedang berusaha untuk menekan emisi karbon antara lain lewat penggunaan mobil listrik dan biodiesel. Ini adalah bentuk komitmen Indonesia untuk menjalankan Paris Agreement.
“Kami berkomitmen untuk mengurangi emisi 29% hingga 2030. Salah satu usaha yang kami lakukan adalah mendorong penggunaan mobil listrik. Selain itu, kami juga mendorong penggunaan biodiesel. Sejauh ini Indonesia telah mengimplementasikan B20. Pada 2020 nanti kami akan mulai implementasi B30,” katanya.
Paris Agreement adalah kerangka kebijakan jangka panjang bagi negara-negara di dunia untuk mengurangi emisi karbon, sehingga kenaikan suhu bisa di bawah 2 derajat per tahun.
Dalam kesempatan wawancara dengan media, Luhut menjelaskan kebijakan hilirisasi yang dilakukan pemerintah. Dia mengungkapkan mengenai transformasi ekonomi Indonesia dari yang berbasis komoditi menjadi yang berbasis nilai tambah, seperti nikel ore menjadi stainless steel/karbon steel sampai baterai litium.
“Selama ini kami hanya mengimpor bahan mentah, kini kami bertransformasi kepada ekspor bahan yang bernilai tambah. Pelarangan ekspor bijih nikel adalah merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor produk nikel melalui pengolahan bahan mentah menjadi produk ekspor yang memiliki nilai tambah, dan pada akhirnya mampu mengurangi defisit transaksi berjalan,” jelasnya.
Luhut mengatakan Indonesia saat ini memiliki kawasan industri khusus produksi nikel dan baterai kendaraan yakni di Morowali dan di Weda Bay, Halmahera. “Diharapkan ekspor dari hasil pengolahan mineral di Morowali diproyeksikan dapat mencapai angka US$35 miliar pada 2025 nanti,” katanya.