Bisnis.com, MUMBAI - Ketidakpastian akan terciptanya konsensus pemajakan ekonomi digital terus memicu aksi-aksi unilateral di sejumlah negara.
Dalam International Taxation Conference - 2019 di Mumbai India, Presiden International Fiscal Assosiation Murray Clayson mengatakan aksi-aksi unilateral terus terjadi dan menyebar ke sejumlah negara.
"Kabar terbaru tantang hal itu terus muncul mencakup Prancis, Ceko, Itali, Turki, Meksiko, Kanada, dan Uganda," kata Muray di Mumbai, Kamis (5/12/2019).
Murray juga menyebut Inggris juga telah membuat konsep pajak layanan digital atau digital service tax (DST) sendiri dan rencananya diimplementasikan pada April 2020.
Bahkan, Uni Eropa yang selama ini mendorong adanya konsensus, juga telah menyiapkan konsep pemajakan layanan digitalnya jika konsesus tak juga bisa dicapai.
"Margrethe Vestager, Wakil Presiden Uni Eropa dan Kepala Digital, baru-baru ini berhatap adanya kesepakatan global tentang perpajakan digital tetapi mengancam bahwa jika itu tidak terjadi, UE akan mengajukan dan mendorong European Solution," jelasnya.
Seperti diketahui,skema pemajakan digital belum juga mendapatkan lampu hijau dalam pembahasan di Task Force on Digital Economy (TFDE) yang akan berakhir pada 2020.
Namun demikian, Organisation for Economic Co-operation Development (OECD) awal tahun ini mengumumkan adanya perkembangan baru pada proses pemajakan ekonomi digital yang dimuat dalam Policy Note yang terdiri dari dua pilar utama.
Pilar pertama bertujuan untuk mengatur alokasi pemajakan secara lebih adil dengan memperluas hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar melalui pendekatan user participation, marketing intangibles, dan sufficient economic presense. Sementara itu, pilar yang kedua fokus terhadap keberadaan global anti-base erosion rule.
Tiga skema yang disebutkan dalam pilar pertana ini sebenarnya lebih menekankan mengenai cara untuk menentukan indikator-indikator dari kehadiran bentuk usaha tetap (BUT) dalam yurisdiksi pajak. Apalagi dalam perspektif global, selama ini ada kecenderungan bahwa, penetapan BUT ditentukan dalam kehadiran fisik. Padahal untuk kasus ekonomi digital, skema penetapan BUT secara konvensional sudah ketinggalan zaman.
Konsep user participation sendiri menekankan penetapan keberadaan suatu entitas digital di suatu negara didasarkan ada tidaknya atau seberapa besar pengguna dari produk digital di suatu yurisdiksi. Intinya, suatu entitas digital dianggap memiliki kehadiran dan bisa dipajaki, dilihat dari penetrasi konsumen yang berada di negara tersebut.
Sementara itu, marketing intangibles, suatu keberadaan entitas digital akan dilihat berdasarkan faktor pasar dari entitas tersebut misalnya terkait dengan merek dan keberadaan pengolahan data dari user tersebut. Sedangkan yang terakhir, sufficient economic presense atau kehadiran entitas digital diukur dari dampak entitas tersebut ke ekonomi di satu yurisdiksi pajak.