Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian ESDM mencatat sejak 2018, pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dengan sifat intermiten atau tidak stabil mulai dikembangkan secara pesat.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM F.X. Sutijastoto mengatakan sebelum 2018, pengembangan pembangkit EBT yang intermiten sangat rendah. Adapun kapasitas pembangkit EBT intermiten pada 2017 hanya 0,8 MW.
Saat itu, pembangkit EBT yang dominan dikembangkan adalah tenaga air, panas bumi, dan biomassa.
Pada 2018, pembangkit EBT yang dominan dikembangkan juga masih tenaga air, panas bumi, dan biomassa. Meski demikian, pembangkit EBT intermiten mulai berkembang pesar, khususnya tenaga angin sehingga total kapasitasnya menjadi 143,5 MW.
Secara keseluruhan, kapasitas terpasang pembangkit EBT pada semester I/2019 sebesar 9.868 MW atau meningkat tipis dari posisi terpasang pada 2017 dan 2018 yang masing-masing sebesar 9.379 MW dan 9.781 MW.
"Share EBT dalam pembangkit pada semester I/2019 adalah sebesar 12,4%, sedangkan dalam energi primer 8,6%," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Selasa (3/12/2019).
Apabila dirinci, porsi pembangkit EBT terbesar pada semester I/2019 adalah tenaga air sebesar 58,78%, panas bumi 19,74%, angin 1,56%, biomassa 18.92%, surya 0,8%, sampah 0,16%, dan hybrid 0,04%.