Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri alas kaki meminta pemerintah turun tangan membantu mengatasi kesulitan bahan baku setelah berlakunya bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sejak November 2019.
Tanpa dukungan pemerintah, pelaku industri lokal khawatir tidak dapat berproduksi dalam 1 bulan - 2 bulan ke depan atau tidak bisa mempersiapkan suplai produk untuk periode Lebaran 2020 di mana biasanya terjadi kenaikan permintaan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri menjelaskan regulasi yang baru berlaku pada November 2019 itu membuat pelaku industri tidak bisa menyerap bahan baku tekstil impor untuk produksi. Bila melakukan impor, katanya, harga bahan baku tekstil itu melonjak signifikan dibandingkan sebelumnya.
Di sisi lain, pasokan bahan baku dalam negeri cenderung sulit dan mahal. Dia mengatakan permintaan industri alas kaki untuk bahan baku tekstil memang seringkali beragam jenis, tetapi jumlahnya kecil. Dengan begitu, bila dipenuhi pun harga yang dikenakan oleh produsen tekstil dalam negeri sangat mahal.
"Ini harus ditangani oleh pemerintah. Untuk produk yang kena safeguard ini harus diatur supaya industri lokal kita bisa bersaing," ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/12/2019).
Pemerintah secara resmi memberlakukan BMPTS terhadap impor TPT sejak 9 November 2019 dan berlaku selama 200 hari ke depan. Keputusan itu tertuang dalam tiga buah peraturan Menteri Keuangan (PMK), yakni PMK No.161/2019 tentang Pengenaan BMTPS Terhadap Impor Benang (Selain Benang Jahit) Dari Serat Stapel Sintetik dan Artifisial; PMK No.162/2019 tentang Pengenaan BMTPS Terhadap Impor Produk Kain; serta PMK No.163/2019 tentang Pengenaan BMTPS Terhadap Impor Tirai (Termasuk Gorden), Kerai Dalam, Kelambu Tempat Tidur dan Barang Perabot Lainnya.
Tanpa dukungan pemerintah, sambung Firman, Aprisindo khawatir dalam 1 - 2 bulan ke depan para pelaku industri lokal akan menghentikan kegiatan produksi. Industri tidak bisa mengoptimalkan pasokan untuk periode Ramadan dan Lebaran 2020.
Padahal, periode itu secara tahunan dinilai menjadi puncak pasar alas kaki dalam negeri. Kondisi itu diyakini kian menekan pelaku industri lokal, khususnya industri kecil dan menengah (IKM), yang sepanjang 2019 tertekan oleh impor produk alas kaki jadi.