Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Aluminium Extrusi Serta Aluminium Plate, Sheet & Foil (APRALEX Sh & F) menyatakan pembatasan impor skrap aluminium akan mematikan industri hilir aluminium. Pasalnya, skrap aluminium yang tersedia di dalam negeri hanya 2% dari total kebutuhan.
Skrap aluminium (secondary) dibutuhkan untuk menyesuaikan kekuatan aluminium dengan tujuan penggunaannya. Adapun, skrap aluminium paling banyak digunakan untuk komponen konstruksi dan komponen otomotif.
“Total demand aluminium itu, baik primary maupun secondary mencapai angka 1 juta, berarti empat kali lipat kapasitas produksi Inalum. Kalau kapasitas produksi Inalum mencapai 1,2 juta—1,5 juta mungkin saja, tapi ketika Inalum belum mencapai kan harus dilakukan impor,” ujar Ketua Umum APRALEX Sh & F Abubakar Subiantoro kepada Bisnis, belum lama ini.
Abubakar mengatakan rendahnya volume skrap di dalam negeri disebabkan oleh masa pakai aluminium yang cukup lama. Selain itu, industri aluminium baru ada sekitar 1980 di dalam negeri, sedangkan masa pakai komponen aluminium mencapai 100 tahun.
Abubakar menilai pembatasan impor skrap aluminium akan berdampak pada produksi komponen otomotif. Abubakar mencatat PT Molten Aluminium Producer Indonesia yang memproduksi komponen otomotif untuk PT Astra Honda Motor membutuhkan skrap aluminium sekitar 5.000 ton — 6.000 ton per bulan.
Adapun, pembatasan impor skrap aluminium tersebut dapat terjadi jika Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 84/2019 diberlakukan. Beleid tersebut mengatur bahwa skrap yang dapat diimpor adalah skrap yang homogen dan memiliki impuritas sebesar 0%.
Abubakar menyatakan skrap aluminium yang diimpor oleh industri lokal memiliki 7 macam — 8 macam aluminium yang berbeda. Pada beberapa pelaku, katanya, jenis skrap aluminium impor dapat mencapai 20 jenis. “Dan itu sepenuhnya untuk industri otomotif.”
Abubakar mengatakan industri otomotif membutuhkan aluminium sekitar 450.000 ton — 500.000 ton per tahun antara lain untuk produksi mesin pembakaran dan body. Dari komposisi tersebut, industri otomotif membutuhkan skrap aluminium sekitar 250.000 ton per tahun.
Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif (Pikko) Wan Fauzi mengatakan pembatasan skrap impor tidak berdampak langsung kepada pelaku industri kecil dan menengah (IKM) komponen otomotif.
Kendati demikian, Fauzi menyatakan pembatasan impor skrap aluminium akan berdampak pada industri otomotif secara keseluruhan. “Kalau impornya dibatasi nanti harganya [komponen otomotif dan otomotif] akan berpengaruh. Mungkin dalam jangka pendek tidak terlihat dampaknya,” ujarnya.
Pihaknya mendukung pemerintah yang mau mengontrol impor skrap plastik dan skrap kertas. Menurutnya, salah satu dari komoditas tersebut memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan. “Tapi, untuk skrap logam tidak ada masalah.”