Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UE Adukan RI ke WTO soal Nikel, Luhut : Masih Kami Pelajari

Uni Eropa resmi mengadukan Indonesia ke organisasi perdagangan dunia atau WTO terkait dengan pelarangan ekspor bijih nikel mulai 2020
Luhut Pandjaitan
Luhut Pandjaitan

Bisnis.com, JAKARTA - Uni Eropa resmi mengadukan Indonesia ke organisasi perdagangan dunia atau WTO terkait dengan pelarangan ekspor bijih nikel mulai 2020 pada Jumat (22/11) waktu setempat lalu.

Menanggapai hal itu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah masih mempelajari terlebih dahulu gugatan UE terkait pelarangan ekspor nikel berkadar rendah ke WTO.

"Masih kami pelajari," ujarnya dalam pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (24/11).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengaku tak keberatan dengan rencana Uni Eropa yang akan mengadukan Indonesia kepada WTO. Pihaknya siap menjelaskan alasan pemerintah melarang ekspor nikel dipercepat.

"Biarin saja, enggak apa-apa. Nanti kita jawab, kami jelaskan ke Uni Eropa," kata Bambang.

Untuk diketahui, Pemerintah menetapkan larangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Jadwal pelarangan ini lebih cepat dua tahun dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memperbolehkan ekspor tersebut hingga 2022.

Pelarangan ekspor nikel sudah dilakukan pada 2014 lewat Permen Nomor 1 Tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.

Padahal, dalam UU nomer 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara, pemerintah mengarur dan melarang ekspor mineral mentah.

Pasal 103 ayat 1 beleid tersebut mewajibkan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan (smelter) di dalam negeri. Pasal 170 juga mewajibkan perusahaan Kontrak Karya (KK) melakukan kewajiban pembangunan smelter di dalam negeri.

Pemerintah kemudian membuka keran ekspor bijih nikel pada 2017 lewat Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dam pemurnian di dalam negeri.

Lalu PP nomer 1 tahun 2017 juga pemerintah memberikan kelonggaran yakni perusahaan yang telah membangun atau dalam tahap membangun smelter diizinkan ekspor hingga tahun 2022.

Larangan ekspor mineral mentah merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam Pasal 103 tertulis, pengolahan dan pemurnian hasil tambang wajib dilakukan di dalam negeri.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak menuturkan kebijakan percepatan larangan ekspor bijih nikel harus diambil oleh pemerintah merujuk laporan lonjakan ekspor yang terjadi.

Lonjakan rekomendasi dan realisasi ekspor bijih nikel dari tahun ke tahun membuat ketahanan cadangan nikel tanah air tergerus. Data Kementerian ESDM mencatat, cadangan terbukti komoditas nikel nasional mencapai 698 juta ton. Jumlah tersebut hanya mampu memenuhi suplai bijih nikel untuk smelter selama 7,6 tahun.

"Cadangan terkira sebesar 2,8 miliar ton namun masih memerlukan peningkatan faktor pengubah seperti kemudahan akses, perizinan lingkungan dan keekonomian. Dengan jumlah cadangan sebesar itu, tentu berpikir sampai berapa lama kalau seandainya selama ini berikan izin untuk ekspor bijih nikel," tutur Yunus

Dia menuturkan sejak relaksasi ekspor ore nikel dilakukan tahun 2015, terdapat komitmen dari para pengusaha untuk membangun 31 smelter nikel baru hingga tahun 2021. Adapun pada 2015, hanya ada 6 smelter nikel.

"Kalau smelter itu jadi semua, 37 smelter punya kapasitas input sampai 95 juta ton sekaran 63 juta ton. Kami percepat larangan ini agar bisa digunakan oleh smelter," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper