Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi produk kentang olahan beku asal Belgia, khususnya kentang goreng atau french fries, lantaran didukung pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang pada 2020 diproyeksi mencapai 85 juta jiwa.
Belgia merupakan negara eksportir terbesar produk kentang olahan beku di dunia. Pada 2018, tercatat volume ekspor produk kentang olahan beku Belgia mencapai 2,8 juta ton dengan nilai mencapai US$2,26 miliar.
President of World Potato Congress (WPC), Romain Cools menyebut pesatnya pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang didominasi kelompok usia muda didukung oleh kencangnya laju urbanisasi berhasil membuat permintaan akan produk kentang olahan beku asal Belgia terus mengalami peningkatan
Menurut Cools, berdasarkan data WPC tercatat Indonesia mengimpor 17.737 ton kentang olahan beku dari Belgia dengan nilai €15,5 juta sepanjang 2018-2019. Adapun pada 2016 tercatat Belgia hanya memasok kebutuhan kentang olahan beku Indonesia sebanyak 4.754 ton dengan nilai €4,73 juta.
“Indonesia adalah pasar yang sangat potensial bagi [produk kentang olahan beku] Belgia di Asia Tenggara selain Filipina dan Malaysia. Walaupun saat ini persentase ekspor kami ke Indonesia masih sangat kecil, yaitu kurang dari 1%. Kami yakin kedepannya Indonesia bisa menjadi pasar terbesar [produk kentang olahan beku] Belgia di Asia Tenggara yang saat ini masih dipegang oleh Filipina dengan volume sebanyak 30,468 ton pada 2018,” katanya ketika ditemui oleh Bisnis di sela-sela pameran SIAL Interfood 2019 di Jakarta, akhir pekan lalu.
Cools berharap partisipasi Flander's Agricultural Marketing Borad (VLAM) dan Belgian Potato Association (Belgapom) pada pameran SIAL Interfood 2019 yang berlangsung pada 13-16 November 2019 membuat produk kentang olahan beku asal Belgia semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Tercatat lima perusahaan Belgia yang memproduksi kentang olahan beku ikut berpartisipasi, antara lain Agristo, Bart's Potato Company, Clarebout Potatoes, Ecofrost dan Mydibel.
Produk kentang olahan beku yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh produk asal Amerika Serikat (AS). Berdasarkan catatan Flexport impor produk kentang iris beku dengan kode harmonized system (HS) 2004.10 dari AS pada 2018 nilainya mencapai US$23.14 juta 2018
“Kompetitor terkuat Belgia di Indonesia adalah AS. Selain karena sudah lebih dahulu hadir, mereka unggul karena dibantu oleh jaringan restoran cepat saji asal AS yang menyajikan dan juga mempopulerkan menu kentang goreng [kepada masyarakat Indonesia],” ungkapnya.
Cools meyakini produk kentang olahan beku asal Belgia bisa bersaing dengan produk serupa asal AS di Indonesia. Selain menawarkan harga yang kompetitif, produk kentang olahan beku dari Belgia selama ini dikenal memliki rasa yang lebih gurih serta tekstur yang lebih lembut.
“Selain harga yang kompetitif, produk [kentang olahan beku] Belgia dikenal memiliki dengan rasanya yang gurih, renyah di luar namun tekstur yang lembut di dalam. Untuk kehalalan produk juga tidak perlu diragukan, produk tersebut sudah memiliki sertifikasi tersebut dan Belgia selama ini juga telah mengekspor ke negara-negara berpenduduk muslim di Timur Tengah,” paparnya.
Adapun terkait dengan kemungkinan produksi kentang beku olahan dilakukan oleh perusahaan Belgia di Tanah Air, menurut Cools hal tersebut dalam waktu dekat belum bisa dilakukan di Indonesia.
Selain besarnya nilai investasi yang harus digelontorkan untuk membeli mesin produksi otomatis, perusahaan tersebut harus menghadapi masalah ketersediaan bahan baku.
“[Produksi] belum bisa dilakukan di Indonesia karena investasi mesin otomatis yang mahal dan ketersediaan bahan baku yang belum memadai. Indonesia sudah bisa memproduksi kentang untuk bahan baku produk kentang olahan, khususnya kentang goreng yang kualitasnya sama seperti di Belgia. Tetapi jumlahnya tidak banyak dan hanya di waktu tertentu ketersediaannya,” ujarnya.
Cools menambahkan seluruh perusahaan yang memproduksi produk kentang beku olahan di Belgia menggunakan mesin produksi otomatis untuk menjaga kualitas produk dan menyiasati tingginya biaya produksi lantaran tingginya upah tenaga kerja setempat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim tak menampik bahwa produksi kentang dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan industri kentang olahan di Tanah Air.
Pasalnya, produksi kentang dalam negeri yang pada 2018 mencapai 1,5 juta ton sebagian besar merupakan varietas kentang yang berbeda dengan kebutuhan industri pengolahan kentang.
“Varietas kentang yang diproduksi dari dalam negeri yaitu kentang granola atau kentang sayur. Sementara untuk memenuhi kebutuhan industri [kentang olahan] diimpor kentang segar atlantik (HS 0701.90) diolah menjadi chip kentang dan kentang iris beku. [Kemudian] diimpor [juga] kentang iris beku atlantik (HS 2004.10) diolah menjadi french fries,” katanya kepada Bisnis.
Rochim mengungkapkan volume impor kentang segar atlantik pada 2018 mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya lantaran sebagian petani kentang di Indonesia mulai membudidayakan kentang atlantik dengan bantuan dari industri pengolahan kentang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) volume impor kentang segar atlantik pada 2018 turun menjadi 31.787 ton dari 61.601 ton pada 2017. Adapun untuk periode Januari-September 2019 volume impor tercatat sebanyak 24.002 ton.
“Industri pengolahan kentang seperti PT Indofood Fritolay Makmur mengimpor bibit kentang atlantik kemudian bermitra dengan petani lokal untuk menanam bibit tersebut sehingga sebagian kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari dalam negeri,” ungkapnya.
Tidak menutup kemungkinan industri pengolahan kentang akan menghentikan impor apabila kebutuhan kentang atlantik bisa dipenuhi dari dalam negeri. Kentang atlanik dapat dengan mudah dibudidayakan di dataran tinggi berketinggian 1.000-2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu 14-22 °C.
Sebagian petani kentang di Tanah Air yang tidak bermitra dengan industri pengolahan kentang diketahui mulai beralih menanam kentang atlantik. Namun sayang, mereka terkendala oleh kurangnya ketersediaan bibit yang masih harus diimpor dari sejumlah negara, diantaranya Australia, Selandia Baru, dan Skotlandia.
Food Service Manager PT Pangansari Utama Food Distribution Syahrul Hidayat menyebut permintaan akan produk kentang olahan beku di Tanah Air cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. PT Pangansari Utama Food Distribution merupakan importir dari berbagai jenis produk kentang olahan beku asal Belgia bermerk Mydibel.
“Pertumbuhan penjualan ini cukup bagus, naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk [volume] penjualan tahun ini rata-rata per bulan sudah [sebanyak] 500 ton. Penjualan sekitar 50% itu ritel atau diecer di [pedagang] frozen food, sisanya dibagi untuk kebutuhan restoran, katering, dan hotel,” katanya kepada Bisnis.
Pangansari Utama Food Distribution diketahui telah memasarkan berbagai produk kentang beku olahan Mydibel sejak 2015. Anak usaha dari Media Group ini juga diketahui memasarkan produk daging olahan beku seperti sosis, bakso, dan naget yang diproduksi oleh PT Dunia Daging Food Industries (DDFI) di Purwakarta, Jawa Barat.
Sales Manager Clarebout Potatoes NV. Jan Deburchgraeve menilai Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan pasar yang sangat potensial bagi berbagai produk kentang beku olahan Clarebout di Asia Tenggara selain Filipina dan Malaysia. Namun, kontribusi Indonesia terhadap ekspor produk Clarebout tercatat masih sangat kecil dibandingkan dengan total nilai ekspor sebesar €375.391 pada 2018.
“[Kontribusinya] masih sangat kecil, tetapi kami yakin pada 2020 bisa ditingkatkan, apalagi kami sudah mengikuti pameran ini (SIAL Interfood 2019) di Jakarta. Kami mendapatkan konsumen baru setelah memberikan edukasi terkait kualitas produk kentang olahan beku dari Belgia, khususnya produk Clarebout. Harga produk kami kompetitif, bisa bersaing dengan produk serupa dari AS,” katanya kepada Bisnis.
Menurut Deburchgraeve, pihaknya berharap Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap total ekspor produk Clarebout sampai dengan 5%. Saat ini diketahui produk Clarebout telah dipasarkan di lebih dari 60 negara.
Produk Clarebout diketahui dipasarkan di Tanah Air secara curah tanpa merk atau dengan merk yang diberikan oleh masing-masing distributor. Salah satu distributor produk tersebut diantaranya adalah PT Lion Super Indo yang memasarkan lewat jaringan pasar swalayan Super Indo.
Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI) Rachmat Hidayat mengatakan prospek produk makanan olahan beku sangat cerah seiring dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah dan perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan yang serbacepat dan menginginkan kepraktisan.
Adapun saat ini diketahui produk tersebut berkontribusi sekitar 5% dari total penjualan produk makanan dan minuman di Indonesia.
“Sangat cerah dan akan terus tumbuh. Saat ini masih sekitar 5% atau belum begitu besar karena terkendala penyimpanan yang membutuhkan freezer atau chiller (pendingin). Jadi penjualan produk frozen food untuk saat ini masih terkonsentrasi di perkotaan saja, tetapi di perkotaan ini terus tumbuh [apabila] melihat gaya hidup masyarakatnya,” katanya kepada Bisnis.com.