Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendesak pemerintah menurunkan batas pembebasan bea masuk dan pajak impor (de minimis value) untuk mempersempit ruang gerak pelaku jasa titip (jastip) yang enggan membayar pungutan-pungutan tersebut.
Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Aprindo Tutum Rahanta mengatakan penurunan batas de minimis value merupakan langkah untuk mengurangi masuknya barang-barang impor ke Tanah Air dan menjaga kelangsungan hidup pelaku usaha ritel modern yang selama ini telah mengikuti peraturan yang berlaku dan tertib membayar bea masuk dan pajak impor untuk produk-produk dari luar negeri yang mereka pasarkan.
Adapun untuk de minimis value yang ideal, menurut Tutum nilainya di bawah US$30 atau jauh di bawah nilai saat ini sebesar US$75.
“De minimis value ini kalau bisa paling besar US$30 dan kalau bisa juga bisa nol atau benar-benar tidak bisa ya,” katanya ketika ditemui di Jakarta, (12/11/2019).
Menurut Tutum, apabila de minimis value diturunkan, batas nilai barang yang terkena bea masuk untuk produk impor yang dibawa secara langsung juga turun. Artinya, akan lebih sulit untuk membawa barang masuk tanpa membayar bea masuk seperti yang lazim dilakukan oleh pelaku jastip untuk menekan harga.
Adapun terkait dengan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Tutum menyebut sudah dilakukan dengan baik dengan adanya penerapan program anti-splitting barang impor. Namun, upaya tersebut dinilai belum cukup untuk membendung masuknya barang impor ilegal melalui pelaku jastip yang tentunya merugikan negara.
“Hal tersebut tidak bisa dibiarkan terus menerus. Jika dibiarkan nantinya pelaku usaha yang memang sedari awal sudah tertib karena kalah bersaing akhirnya tergiur untuk melakukan hal serupa. Ini kan berbahaya karena merugikan negara,” ungkapnya.
Adapun sebelumnya menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi pelaku jastip di Tanah Air mengakali batasan de minimis value dengan modus splitting atau memecah barang-barang dengan cara menitipkan ke banyak orang yang berkunjung ke luar negeri dan Selain itu, para jastip juga menggunakan kurir dan menggunakan jalur Barang Kiriman.
Sampai dengan tahun 2019, DJBC bekerja sama dengan asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Aprindo serta informasi yang berhasil dihimpun dari masyarakat berhasil menggagalkan usaha transaksi dagang-el dengan cara memecah 140.863 CN (Consignment Notes), 180.000 dokumen dengan nilai mencapai Rp28,05 miliar.
Adapun hingga September 2019, Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta tercatat telah telah menindak 422 kasus pelanggaran terhadap para jasa titipan yang membawa barang lebih dari ketentuan yang berlaku dengan total nilai sebesar Rp4 miliar.