Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik Indonesia menilai subsidi Tol Laut sejak awal tidak tepat sasaran sehingga menyebabkan program tersebut kurang berhasil dan dituduh ada aktivitas monopoli swasta.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Ilham Masita mengungkapkan sejak awal subsidi pada pelayaran merupakan yang rawan penyelewengan.
"Masalah yang paling mendasar adalah memberikan subsidi pada pelayaran, ini solusi yang salah karena sangat rawan penyelewengan dan tidak memberikan dampak jangka panjang untuk menurunkan disparitas harga di luar Pulau Jawa," jelasnya kepada Bisnis.com, Minggu (3/11/2019).
Seharusnya, menurutnya, subsidi diberikan pada pembangunan infrastruktur pelabuhan di daerah-daerah terpencil agar biaya pelabuhannya lebih efisien.
Selain itu, aktivitas bongkar muat tidak berhari-hari sehingga bisa berdampak lebih panjang dan semua pelayaran bisa menikmatinya.
"Juga pungutan-pungutan tidak wajar di pelabuhan-pelabuhan di daerah harus dihapus maka biaya angkutan laut sudah bisa turun tanpa adanya Tol Laut," paparnya.
Baca Juga
Dia mengatakan palabuhan di daerah masih terjadi pengutan-pungutan yang tidak semestinya, dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) serta pemerintah daerah (pemda) mengetahuinya, tapi tidak bisa memberantas.
"Setiap daerah berbeda-beda, jadi pemda juga harus aktif untuk memberantas pungutan di daerahnya sebagai prasyarat dilalui Tol Laut," paparnya.
Sebelumnya, Kemenhub mengungkapkan monopoli Tol Laut sebagian besar terjadi karena ada salah satu pihak yang bisa mendapatkan pemesanan kontainer yang paling banyak.
Pada pertengahan 2018, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mendesain suatu sistem yang berbasis digital disebut Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK) bertujuan mendata shipper, jasa pengurusan transportasi, consignee, dan perusahaan pelayaran pengangkut.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Wisnu Handoko menuturkan berdasarkan analisis sistemnya, terdapat 5 titik potensi terjadinya monopoli seperti tudingan dari Presiden Joko Widodo.
“Kami mendapati potensi terjadinya monopoli pada lima titik, yang pertama shipper atau forwarder tertentu menguasai booking order kontainer dengan cara yang bervariasi, kemudian forwarder ada yang bersamaan menjadi consignee sehingga muncul kecenderungan memanfaatkan kuota,” ungkapnya.
Wisnu menambahkan, penyebab atau potensi lain terjadinya monopoli Tol Laut yaitu pada satu perusahaan pelayaran operator, ada kecenderungan hanya beberapa forwarder yang melayani.
“Kita mensinyalir ada potensi juga disitu karena forwardernya ini-ini saja, kecenderungannya kalau itu-itu saja harga cenderung tinggi karena tidak punya pilihan lain,” katanya.