Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri pengolahan kakao dan industri pengolahan kopi berharap pasokan bahan baku dapat ditingkatkan untuk menunjang ekspansi produksi.
Industri kakao kekurangan bahan baku karena kapasitas terpasang yang jauh melebihi kapasitas pasokan akibat kesalahan perhitungan. Adapun, industri pengolahan kopi menilai peningkatan konsumsi akan membuat industri pengolahan kopi kekurangan bahan baku dalam waktu dekat.
Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) menyatakan kapasitas terpasang mencapai 800.000 ton, sedangkan petani lokal hanya mampu memasok sekitar 250.00 ton bahan baku.
Adapun, utilitas pabrikan pada tahun ini diproyeksi hanya sekitar 55%. Ketua AIKI Pieter Jasman memprediksi pertumbuhan produksi olahan kakao pada tahun ini akan stagnan.
“Utilitas industri saya perkirakan sama dengan tahun lalu. Mengacu pada tahun 2018, kami memprediksi biji kakao nasional yang diserap oleh industri nasional mencapai 90%, sisanya diekspor,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu.
Pieter mengusulkan agar pemerintah merevisi Keputusan Mahkamah Agung No.70/2013 tentang Pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas Produk Primer Kakao. Menurutnya, revisi tersebut akan menghilangkan beban petani sekaligus meningkatkan daya saing industri pengolahan kakao lokal.
Terkait dengan rendahnya pasokan lokal, Pieter meminta agar pemerintah juga merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/2017 tentang pengenaan bea masuk atas biji kakao sebesar 5%. Dia menilai revisi tersebut akan mengurangi impor produk olahan kakao dan meningkatkan ekspor.
Menurut data AIKI, impor olahan kakao pada 2018 mencapai 271.775 ton atau naik 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Guna meningkatkan pasokan bahan baku, Pieter menyarankan agar pemangku kepentingan melaksanakan Program Pengembangan Kakao Berkelanjutan setidaknya selama 5 tahun.
Sementara itu, Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEIKI) menyatakan neraca dagang kopi nasional akan berubah menjadi net importir dari saat ini net eksportir pada 2023—2025. Hal itu disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi yang tidak diikuti oleh ekspansi produksi.
Ketua Bidang Kopi Speciality dan Industri Moelyono Soesilo mengatakan konsumsi kopi nasional masih sekitar 5,5 juta karung per tahun. Adapun, Jepang dengan jumlah penduduk kurang dari 50% penduduk Indonesia mengonsumsi kopi sebanyak 7,5 juta per karung.
“Produksi kopi Indonesia bisa 100%, [untuk konsumsi lokal] tapi untuk ekspor bisa tidak ada sama sekali. Perhitungan saya kalau kondisi ini tidak diperbaiki kita bisa jadi net importir kopi karena produksi dalam negeri tidak akan cukup,” katanya kepada Bisnis pekan lalu.