Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai kemampuan pemerintah masih terbatas dalam melakukan pengeboran untuk eksplorasi (government drilling) sehingga membuat pengembangan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) masih rendah.
Ketua METI Surya Darma mengatakan dari empat blok yang masuk dalam program government drilling, baru wilayah kerja Waesano yang mendapatkan kepastian pengeboran eksplorasi oleh pemerintah. Padahal, pengembang swasta juga kesulitan untuk melakukan pengeboran eksplorasi karena berkaitan dengan risiko yang besar.
Dalam membuktikan cadangan uap panas bumi satu wilayah kerja, setidaknya perlu dilakukan pengeboran hingga tiga sumur. Pengeboran satu sumur membutuhkan biaya hingga US$10 juta.
Pengeluaran dana tersebut belum diikuti dengan risiko kegagalan menemukan uap sehingga pengeboran eksplorasi bisa dinyatakan gagal. Kondisi tersebut dinilai membuat pemerintah begitu berhati-hati dalam melakukan pengeboran eksplorasi karena kegagalan tersebut bisa saja menghasilkan masalah hukum berupa tudingan merugikan negara.
"Coba bayangkan kalau gagal, itu yang menjadi persoalan," katanya, Rabu (30/10/2019).
Sementara itu, diakuinya pemerintah memang telah membuka kesempatan bagi pengembang untuk melakukan eksplorasi melalui lelang Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) Panas Bumi. Hanya saja, dari sejumlah lelang yang dilakukan belum ada satupun yang dinilai berjalan.
Terbaru, Kementerian ESDM membuka lelang WPSPE Panas Bumi di daerah Wapsalit, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, dengan potensi 26 MWe (cadangan) seluas 6.038 hektare. Lelang WPSPE Wapsalit dilakukan karena ada sejumlah badan usaha yang menyatakan berminat untuk melakukan eksplorasi di wilayah tersebut.