Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah regulasi di transportasi darat perlu direvisi karena masih maraknya angkutan barang berbasis jalan yang melanggar aturan kelebihan dimensi dan muatan atau over dimension and overload (ODOL).
Akademisi Fakultas Teknik Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menuturkan dari hasil risetnya bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terdapat sejumlah regulasi yang mesti direvisi.
"Dalam hal peraturan perundangan, peraturan mengenai ukuran panjang maksimal beserta konfigurasi sumbu mobil barang di Indonesia perlu dievaluasi. Ketentuan pidana tidak hanya dikenakan kepada pengemudi mobil barang tetapi juga kepada pihak pemilik kendaraan," terangnya kepada Bisnis.com, Selasa (29/10/2019).
Djoko yang juga menjabat Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menegaskan, Pasal 307 Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan perlu diamandemen dan disesuaikan.
Penyesuaian tersebut pada kalimat “Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang” direvisi menjadi “Kendaraan Bermotor Angkutan Barang” saja. Jadi ketentuan pidana dapat dikenakan baik terhadap kendaraan barang umum maupun perseorangan.
"Besaran denda diusulkan dihitung pada nilai maksimal, dengan prinsip membebankan nilai kerugian per kilometer untuk tiap ton lebih muatan dan nilai denda dihitung secara akumulasi," paparnya.
Baca Juga
Selain itu, revisi terhadap ketentuan mengenai kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) perlu dilakukan dengan menambah ketentuan harus didampingi petugas Polri dalam melaksanakan pengawasan muatan angkutan barang di jalan.
"Penegakan hukum oleh aparat polisi yang diberi kewenangan di jalan raya harus lebih agresif," tuturnya.
Menurutnya, kelancaran distribusi logistik sangat dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur transportasi. Saat ini, kinerja infrastruktur logistik masih rendah.
Menurut World Bank (2018), posisi Indonesia pada Logistik Performance Index (LPI) di urutan ke 54. Sementara peringkat Malaysia urutan ke 40, Thailand 41, Vietnam 47 dan Filipina 67.
"Biaya logistik masih tinggi [presentase terhadap PDB], untuk Indonesia masih 24%, sementara Singapura 8%, Malaysia 13%, China 15%, Jepang 9%, Korea Selatan 9%, India 13%, Eropa 9% dan Amerika Serikat 8%," katanya.
Sementara itu, angkutan barang masih dominan menggunakan prasarana jalan, yakni sebesar 75,3%. Sementara, barang yang diangkut melalui jalan rel 0,25%, laut 24,2% dan udara 1,1%.