Bisnis.com, JAKARTA–Kabinet baru dinilai perlu menjaga konsumsi rumah tangga apabila ingin mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada angka 5% pada 2020.
Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap PDB, lebih dari 50% dari PDB.
"Kalau ini diganggu lewat kenaikan harga BBM dan kenaikan iuran BPJS serta cukai, itu akan berdampak pada daya beli," ujar ekonom Indef Abdul Manap Pulungan, Rabu (23/10/2019).
Apabila diganggu, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB bisa saja melemah dan pertumbuhannya pun bisa lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara general.
Dari sisi lapangan usaha, iklim usaha dari sektor industri manufaktur perlu diperbaiki agar sektor tersebut bisa tumbuh dan ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Saat ini, pemerintah memang banyak mengeluarkan banyak kebijakan untuk sektor industri manufaktur tetapi Abdul mencatat insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada sektor tersebut masih susah diakses.
Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan ekonomi yang menyasar sektor tersebut tidak kunjung memberi stimulus pada perekonomian.
Selanjutnya, sektor perbankan perlu memberikan stimulus dengan lebih banyak memberikan kredit. Hingga saat ini, pertumbuhan kredit perbankan masih tercatat di bawah 10%.
Untuk diketahui, pemerintah melalui asumsi makro APBN 2020 menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3%. Meski demikian, dua lembaga internasional yakni IMF dan World Bank sama-sama memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada angka 5,1%.