Bisnis.com, JAKARTA - Dibalik perolehan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 ternyata menyisakan sejumlah masalah.
Lembaga auditor negara itu menyatakan bahwa pemberian opini WTP tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan sejumlah pokok permasalahan yang sangat substansial, terutama terkait revaluasi aset.
"Laporan keuangan pemerintah saat ini tidak didasarkan revaluasi aset jika dipaksakan menggunakan revaluasi aset opini tidak seperti sekarang," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna seusai pengambilan sumpah jabatan di Mahkamah Agung, Kamis (24/10/2019).
Agung menambahkan bahwa BPK dalam hasil pemeriksaan telah menyatakan menolak revaluasi aset yang dilakukan pemerintah. Penolakan itu dilakukan karena BPK menemukan masalah di hampir semua titik dalam proses revaluasi aset yang dilakukan pemerintah.
Salah satu masalah yang dianggap paling krusial dalam pengelolaan aset itu mencakup masalah kepemilikan dan peruntukkan aset negara.
"Itu masalah cukup berat, jika tidak dapat disampaikan sangat berat, dengan demikian kami merekomendasikan tidak gunakan hasil evaluasi aset tersebut dalam laporan keuangan yang dibuat pemerintah," ungkapnya.
Tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sempat menyatakan akan melakukan pemeriksaan atas penilaian kembali Barang Milik Negara (BMN) tahun 2017-2018.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pada seluruh Laporan Keuangan Kementerian atau Lembaga (LKKL) yang melaksanakan penilaian kembali atau total sebanyak 82 K/L.
Penilaian kembali BMN di tahun 2017-2018 berdampak sangat signifikan terhadap nilai aset pemerintah pada LKPP dan 82 LKKL tahun 2018. Penilaian kembali ini dilakukan atas 945.460 aset dengan nilai wajar sebesar 5.728,49 triliun.