Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bea Masuk Bahan Baku TPT dari India Bakal Diturunkan, Pelaku Industri Tekstil Hulu Bereaksi

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan para produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) di hulu tidak keberatan apabila pemerintah menetapkan bea masuk 0% untuk produk kapas, wol, sutra dan serat tekstil yang terbuat dari rami dari India.

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan para produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) di hulu tidak keberatan apabila pemerintah menetapkan bea masuk 0% untuk produk kapas, wol, sutra dan serat tekstil yang terbuat dari rami dari India.

Pasalnya, produk-produk tersebut selama ini telah dikenakan bea masuk 0% dalam kerangka Asean-China Free Trade Area (ACFTA) dengan China dan tidak terbukti merusak industri dalam negeri. Di sisi lain, produk-produk tersebut selama ini tidak mampu diproduksi di Indonesia.

“Namun, jangan sampai bea masuk 0% dikenakan pada produk spin drawn yarn [SDY] dan polyester staple fiber [PSF]. Sebab, kedua produk itu baru saja kita kenakan safeguard, terutama yang berasal dari China, meskipun sebelumnya dikenakan 0% akibat pakta kerja sama ACFTA,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (17/10/2019).

Di sisi lain, dia meminta agar pengenaan bea masuk 0% tidak dikenakan pada produk viscose fiber dan nilon filamen. Pasalnya, menurutnya produk nilon filamen di dalam negeri tingkat utilisasinya masih rendah yakni 50% dari total kapasitas produksinya sebesar 40.000 ton/tahun.

Sementara itu, untuk produk viscose fiber, di Indonesia baru saja muncul investasi baru dari PT Asia Pacific Rayon yang membuat produksi komoditas itu bisa menembus 600.000 ton/tahun. Adapun, kebutuhan dalam negeri terhadap produk tersebut rata-rata berkisar 500.000 ton/tahun.

“Maka dari itu kami meminta agar pemerintah benar-benar memilih produk apa saja yang tidak bisa kita produksi di Indonesia dan yang akan dikenakan bea masuk 0%, sama dengan China. Kalau tidak disesuaikan maka rencana kita kenakan safeguard dari hulu ke hilir akan mubazir,” jelasnya.

Adapun, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Benny Soetrisno meminta agar pemerintah tidak terlalu mudah menuruti kemauan India. Pasalnya, Indonesia telah melakukan sejumlah pelonggaran impor produk dari India.

“Kita harus hitung benar, apakah impas antara keuntungan kita dengan mendapatkan akses pasar yang besar ke India terhadap produk CPO dan turunannya dibandingkan dengan langkah kita membuka impor terhadap beberapa produk dari negara tersebut,” katanya.

Pasalnya, Indonesia sudah lebih dahulu melonggarkan ketentuan impor terhadap produk gula mentah dan daging kerbau dari India. 

Sekadar catatan, India menuntut agar Indonesia menerapkan kebijakan tarif yang sama dengan China terkait dengan bea masuk produk hulu TPT dalam kerangka Asean-China Free Trade Area (ACFTA).

“Mereka ingin level of playing field yang sama dengan China di sektor TPT. Saya pikir tidak masalah karena mereka sudah menuruti mau kita dengan menyamakan perlakuan dalam hal bea masuk untuk CPO dan produk turunan kita dengan Malaysia,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di sela-sela pergelaran Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 di ICE BSD, Banten, Kamis (17/10/2019).

Enggar menyebutkan selama ini sejumlah produk bahan baku dan produk hulu TPT asal India rata-rata dikenakan bea masuk 5%. Sementara itu, produk serupa dari China dikenai bea masuk 0% lantaran adanya ACFTA.

Dia mengaku telah mengkomunikasikan rencana penurunan bea masuk tersebut dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia juga siap melaporkan rencana tersebut kepada Asean, lantaran Indonesia saat ini tergabung dalam pakta kerja sama Asean-India Free Trade Area (AIFTA).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper