Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana memberikan sejumlah keringanan perpajakan dan persyaratan legalitas produk kayu, guna memacu ekspor komoditas tersebut.
Menteri Perdagangan mengaku Presiden Joko Widodo telah berkai-kali meminta untuk memperhatikan persoalan syarat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dianggap memberatkan para produsen produk kayu. Untuk itu dia menyatakan bakal melakukan revisi terhadap peraturan tersebut.
“Kita ingin ekspor namun kita sendiri yang mengikat diri. SVLK contohnya, tidak perlu lah dari hulu ke hilir semua harus wajib SVLK. Nanti kita hanya akan wajibkan SVLK di hulu saja, di hilir tidak perlu,” katanya di sela-sela Trade Expo Indonesia 2019, Kamis (17/10/2019).
Dia pun menambahkan selama ini tidak semua negara tujuan ekspor produk kayu, mewajibkan adanya sertifikat SVLK. Namun, menruutnya Indonesia bertindak berlebihan dengan mewajibkan ketentuan tersebut di dalam negeri untuk proses ekspor produk kayu.
Hal tersebut, menurutnya menjadi beban tersendiri bagi eksportir produk kayu Indonesia. Beban terbesar dialami oleh produsen produk kayu di hilir
Untuk itu dia mengaku akan melakukan revisi terhadap peraturan menteri perdagangan yang berkaitan dengan SVLK. Adapun Permendag yg mengatur hal itu adalah Peraturan Menteri Perdagangan No.25 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian pun berencana memberikan insentif bagi ekspor produk kayu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan merevisi regulasi yang terkait dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk kayu.
Langkah tersebut menurutnya berfungsi untuk menggenjot daya saing industri furnitur.
“Kalau kayunya masih kena PPN, tidak akan kompetitif, karena di negara Asean lain kan sudah membebaskan diri dari PPN. Padahal di level Asean perdagangan produk itu sudah sama-sama bebas bea masuk,” tuturnya.