Bisnis.com, JAKARTA — Masifnya pembangunan gedung bertingkat turut berdampak pada penurunan permukaan tanah di samping beberapa faktor lain yang memengaruhi.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudy Suhendar mengatakan penurunan permukaan tanah atau land subsidence diakibatkan tiga hal.
Dia menuturkan penurunan muka tanah terjadi lantaran beban permukaan tanah yang berlebih akibat bangunan tinggi. Dengan begitu, beban permukaan tanah semakin berat dan membebani lapisan di bawahnya.
"Selain itu, berkurangnya air di dalam tanah akibat penggunaan yang berlebihan. Perubahan di dalam suatu batuan karena di situ pori-pori yang semula berisi air jadi kosong karena disedot," ujarnya di kantor Kementerian ESDM, Selasa (15/10/2019).
Selain itu, penurunan muka tanah juga terjadi karena konsolidasi natural atau terjadinya pemantapan tanah, yakni ada bagian yang terbentuk dari endapan lengkungan pasir-pasir halus yang kemudian mengeras.
Menurutnya, yang harus dilakukan agar permukaan tanah tak menurun adalah dengan mengontrol pengambilan air tanah. Pasalnya, pengambilan air tanah berpengaruh terhadap land subsidence 20% hingga 30%.
"Penempatan pondasi bangunan itu sangat penting, itulah gunanya ada IMB. Untuk yang terkait kondisi natural tidak bisa kita kontrol," ucap Rudi.
Untuk diketahui, Badan Geologi sejak 2015 sudah ditunjuk oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai badan yang mengeluarkan rekomendasi untuk sumur bor. Badan Geologi pun telah memetakan wilayah yang tidak boleh lagi dibuat sumur bor untuk mengambil air di dalam tanah, yakni dengan diberi zona merah.
"Ada sekitar 40% izin untuk sumur bor di zona merah yang telah ditolak," tuturnya.
Rudy mengimbau agar seluruh masyarakat Jakarta memanfaatkan air permukaan tanah seperti sungai yang diolah oleh PDAM dan tak menggunakan air tanah. Kendati demikian, saat ini PDAM hanya bisa menyuplai sekitar 40% untuk kebutuhan air bersih di Jakarta.
"Kami berharap PDAM dapat memenuhi kebutuhan 100% air bersih Jakarta," ujarnya.