Bisnis.com, JAKARTA — Baja tulangan beton yang tidak berlabel Standar Nasional Indonesia kian marak digunakan di sektor konstruksi, mulai yang digagas pemerintah, hingga di permukiman masyarakat.
Importasi baja yang sangat deras diklaim sebagai pemicu produksi baja ilegal atau tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarief Burhanuddin mengatakan bahwa peredaran baja tulangan beton yang tidak berstandar SNI salah satunya disebabkan oleh membeludaknya impor baja di Indonesia yang hampir menyentuh 6 juta ton per tahun di tengah produksi baja nasional yang mencapai 16 juta ton per tahun.
"Jadi, kalau ada impor 5,9 juta ton baja, lalu ditambah produk [baja tulangan beton] domestik yang tidak sesuai SNI, maka yakinlah kualitas bangunan kita ke depan tidak bisa kita yakini [keamanan konstruksinya]. Padahal, ke depannya kita harus mengacu pada kualitas yang bagus, tepat mutu, tepat waktu, dan tepat biaya," katanya, Selasa (8/10/2019).
China adalah produsen terbesar baja di dunia. Negara itu mampu memproduksi sekitar 800 juta ton baja per tahun atau setengah dari kebutuhan global yang mencapai 1,60 miliar ton.
Syarief berpendapat bahwa pembangunan di China yang cenderung stagnan menyebabkan keran ekspor baja dibuka selebar-lebarnya ke banyak negara, termasuk ke Indonesia.
Baca Juga
Ketika menanggapi fenomena tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pun menyosialisasikan Surat Edaran No. 13/SE/M/2019 tentang Penggunaan Baja Tulangan Beton Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Surat edaran ini menguatkan Permen Perindustrian No. 14/2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Baja Tulangan Beton dan Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.