Bisnis.com, SEMINYAK -- Kabut asap dari kebakaran hutan di wilayah Sumatra dan Kalimantan mengakibatkan penurunan jumlah penerbangan per hari.
Demikian diakui pihak maskapai berbiaya murah atau low cost carrier (LCC) PT Citilink Indonesia.
VP Cargo and Ancillary Revenue Citilink Harismawan Wahyuadi mengatakan apa yang sedang dihadapi dunia penerbangan kali ini. Wahyuadi menyebut soal penurunan jumlah penerbangan akibat kabut asap di beberapa wilayah di Indonesia.
"Dinamika saat ini lagi dihadapkan pada asap ya, kita lagi ramai ini, yang biasanya per hari itu 270 penerbangan per hari kadang jadi 255 penerbangan," tutur Wahyuadi , Sabtu (29/9/2019).
Dia mengatakan kalaupun ada penerbangan yang sudah lepas landas bisa jadi balik arah begitu di jalan menghadapi kabut asap. "Jadi return to base [RTB], balik kandang," imbuhnya.
Beberapa pekan terakhir, lahan di beberapa wilayah seperti Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan mengalami kebakaran.
Karhutla yang tidak kunjung padam membuat asap semakin membumbung di udara dengan intensitas tinggi dan mempengaruhi jarak pandang.
Bagi dunia penerbangan, kendati hampir semua jenis pesawat bermesin jet sudah menggunakan sistem instrumen, aspek visual masih dibutuhkan untuk proses pendaratan (landing) maupun lepas landas (take off).
Jarak pandang yang ideal berbeda-beda sesuai dengan kondisi bandara, spesifikasi pesawat, dan kebijakan maskapai.
Berdasarkan keterangan dari Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, hingga saat ini sejumlah bandara harus berhenti beroperasi akibat kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kondisi jarak pandang dinyatakan belum terpenuhi.
Berdasarkan data Ditjen Hubud, beberapa layanan bandara di Sumatra dan Kalimantan ditutup sementara karena visibility yang belum terpenuhi sesuai dengan Notice to Airmen (NOTAM) yang dikeluarkan AirNav Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah:
- Bandara APT Pranoto Samarinda jarak pandang (visibility) 2.500 m
- Bandara Melalan Melalak visibility 700 m
- Bandara Rahadi Oesman, Ketapang, visibility 2.500 m
- Bandara H. Asan, Sampit, visibility 700 m
- Bandara Sanggu, Buntok, visibility 200 m
- Bandara Pangsuma, Putussibau, visibility 2.000 m
- Bandara Letung, Anambas, visibility 3.500 m
Kondisi tersebut sempat melumpuhkan operasional penerbangan di Bandara Kalimarau, Berau, Kalimantan Timur pada 15 September 2019. Jarak pandang hanya 500 meter, sementara standar instrumen pendaratan minimal butuh 3.500 meter.