Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang APBN 2020 resmi disahkan menjadi Undang-Undang.
Keputusan tersebut dicapai dalam Rapat Paripurna DPR dalam Pengambilan Keputusan terhadap RUU APBN Tahun 2020 & Nota Keuangan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Asumsi makro dalam APBN 2020 yang disepakati pada rapat paripurna antara lain pertumbuan ekonomi sebesar 5,3%, inflasi 3,1%, nilai tukar rupiah Rp14.400 per dolar AS, SPN 3 bulan 5,4%, Indonesia crude price (ICP) sebesar US$63 per barel, lifting minyak 755.000 barel per hari, dan lifting gas 1,19 juta barel setara minyak per hari.
Sementara itu, pendapatan negara direncanakan sebesar Rp2.233,2 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebanyak Rp1.865,7 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp367 triliun serta penerimaan hibah sebanyak Rp0,5 triliun.
"Untuk mencapai target, pemerintah akan terus melakukan upaya-upaya menggali potensi sumber penerimaan, sepertu memperluas basis pajak, mencegah kebocoran pemungutan, dan mempermudah pelayanan pada wajib pajak agar kepatuhan pajak meningkat," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dia melanjutkan, pemerintah juga berkomitmen memberikan manfaat perekonomian Indonesia semaksimal mungkin kepada masyarakat dengan lebih merata, antara lain ditujukan pada perbaikan indikator kesejahteraan rakyat sekaligus mencerminkan upaya pemerintah meningkatkan kualitas SDM.
Rencana belanja negara pada APBN 2020 disahkan sebesar Rp2.540,4 triliun. Anggaran ini dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat Rp1.683,5 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp856,9 triliun.
Terkait dengan belanja, Sri Mulyani mengatakan pemerintah tidak hanya berfokus pada efisiensi, tetapi juga difokuskan pada program yang memiliki multiplier effect dalam meningkatkan daya saing nasional. Salah satunya adalah untuk peningkatan kualitas sektor pendidikan dan kesehatan untuk menciptakan generasi SDM berkualitas dalam pembangunan negara kedepannya.
Selain itu, pemerintah juga akan meningkatkan kualitas belanja dengan mempercepat pembangunan infrastruktur guna meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing investasi dan ekspor. Dukungan tersebut juga dilaksanakam melalui partisipasi swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Pada sektor subsidi, subsidi energi yang semula diajukan sebesar Rp137,46 triliun pada akhirnya terpangkas menjadi Rp125,34 triliun untuk tahun depan.
Penurunan subsidi energi disebabkan oleh penurunan asumsi ICP dari US$65 per barel menjadi US$63 per barel serta pemotongan anggaran penyelesaian kurang bayar subsidi kepada PT Pertamina dari Rp4,47 triliun menjadi Rp2,46 triliun.
Sementara itu, subsidi listrik juga dikurangi dari Rp62,2 triliun menjadi Rp54,78 triliun. Penurunan subsidi disebabkan pembatalan subsidi kepada kelompok rumah tangga mampu (RTM) dengan daya 900 Volt Ampere (VA).