Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laporan Allianz : Aset Finansial Indonesia Tumbuh Saat Kondisi Global Mengalami Penurunan

Allianz Global Wealth Report 2019 menyebutkan aset finansial semua negara industri dan berkembang mengalami penurunan secara serentak pada 2018.
Nasabah menghitung uang di sebuah Money Changer, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Himawan L. Nugraha
Nasabah menghitung uang di sebuah Money Changer, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Himawan L. Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Di tengah tren penurunan aset finansial global pada 2018, aset keuangan Indonesia justru menunjukkan pertumbuhan. 

Allianz Global Wealth Report 2019 (Laporan Kekayaan Global Allianz) menyebutkan berdasarkan hasil pengamatan mendalam terhadap aset dan situasi utang rumah tangga di lebih dari 50 negara, aset finansial semua negara industri dan berkembang mengalami penurunan secara serentak pada 2018. Kondisi ini merupakan yang pertama kalinya terjadi.

Namun, Indonesia justru mencatatkan arah pertumbuhan yang berkebalikan dengan tren global, dengan kenaikan aset finansial bruto rumah tangga Indonesia sebesar 5,8 persen pada 2018. Capaian ini merupakan yang paling kuat di wilayah tersebut.
 
Meski demikian, kenaikan tersebut adalah yang paling kecil sejak krisis finansial  2008, atau setengah dari pertumbuhan tahun sebelumnya.

Dalam laporan Allianz yang diterima Bisnis, Senin (23/9/2019),  perlambatan yang terjadi di Asia juga terjadi di mana-mana. Deposito bank tumbuh 6,1 persen dengan mencatatkan pertumbuhan terendah dalam 2 dekade terakhir, sedangkan sekuritas hanya menguat 12,1 persen setelah menembus 28,2 persen pada 2017.

Selain itu, asuransi dan tabungan pensiun juga hanya naik tipis sebesar 3,1 persen, yang juga merupakan catatan negatif selama 20 tahun terakhir.
 
Di sisi lain, terjadi kenaikan utang sebesar 9,7 persen sebagai yang tertinggi sejak 2014. Namun, rasio utang rumah tangga tetap stabil pada nilai 16,3 persen, atau tidak berubah selama 5 tahun dan berada di bawah rata-rata regional Asia, kecuali Jepang, yang sebesar 52,4 persen.

Lebih lanjut, laporan Allianz menyatakan bahwa aset finansial bruto di pasar negara-negara berkembang tidak hanya mengalami penurunan untuk pertama kalinya pada 2018, tetapi juga mencatatkan penurunan sebesar 0,4 persen. Angka itu lebih dalam dibandingkan negara-negara industri, yang sebesar 0,1 persen.
 
Lemahnya pertumbuhan di China, yang nilai asetnya jatuh hingga 3,4 persen, juga berperan penting dalam hal ini. Pasar negara berkembang baru yang pantas diperhitungkan, seperti Meksiko dan Afrika Selatan, juga terpaksa menelan kerugian yang signifikan pada tahun lalu.
 
“Ini adalah pembalikan tren yang luar biasa. Selama 2 dekade terakhir, pertumbuhan aset finansial di wilayah miskin rata-rata 11,2 persen lebih tinggi daripada di wilayah kaya, termasuk pada 2018. Tampak bahwa upaya negara-negara miskin dalam mengejar ketertinggalan tak bermakna akibat timbulnya perselisihan dagang,” tulis laporan tersebut.
 
Negara-negara industri pun tidak mendapatkan keuntungan dari situasi ini. Jepang, Eropa Barat, dan Amerika Utara misalnya, harus menghadapi pertumbuhan aset yang negatif, masing-masing sebesar 1,2 persen, 0,2 persen, dan 0,3 persen.

Secara global, laporan itu menyatakan para pemilik tabungan menghadapi kesulitan karena meningkatnya konflik perdagangan antara AS-China, Brexit dan peningkatan ketegangan geopolitik, makin ketatnya kondisi moneter, serta berbagai pengumuman terkait adanya normalisasi kebijakan keuangan.
 
Pasar saham pun bereaksi dengan jatuhnya harga ekuitas global sekitar 12 persen pada 2018, yang merupakan dampak langsung pertumbuhan aset. Aset finansial bruto global untuk rumah tangga turun 0,1 persen dan bertahan di nilai 172,5 triliun euro.
 
Chief Economist Allianz Group Michael Heise mengatakan peningkatan ketidakpastian ekonomi global memiliki konsekuensi tersendiri.
 
“Terkoyaknya tatanan ekonomi global yang teratur berdampak buruk bagi akumulasi kekayaan. Jumlah pertumbuhan aset juga menjadi bukti bahwa perdagangan bukanlah zero-sum game. Sebagaimana yang terjadi tahun lalu, ini antara semua untung atau semua merugi. Proteksionisme agresif tidak akan memunculkan pemenang,” paparnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Bisnis, Senin (23/9).

Secara ranking, aset finansial neto per kapita Indonesia berada di posisi 51 dengan nilai 650 euro. Di posisi teratas ada AS dengan 184.410 euro, disusul Swiss dengan 173.840 euro, dan Singapura dengan 100.370 euro.

Sementara itu, untuk aset finansial bruto per kapita, Indonesia berada di ranking 52 dengan 1.200 euro. Posisi teratas ditempati Swiss dengan 266.320 euro, AS dengan 227.360 euro, dan Denmark dengan 156.320 euro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper