Bisnis.com, SURAKARTA – Prospek pertumbuhan ekonomi daerah diprediksi masih cukup stabil, kendati sampai kuartal II/2019 sebagian besar menunjukkan pelemahan.
Sinergi dari pemangku kebijakan sangat penting untuk menjaga stabilitas dan roda perekonomian tetap sejalan dengan ekspektasi pemerintah.
Dalam Laporan Nusantara Agustus 2019 terbitan Bank Indonesia disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah menunjukkan penurunan.
Sumatra misalnya, tiga daerah utama penopang perekonomian yakni Riau, Sumatra Utara, dan Aceh pertumbuhannya selama kuartal II/2019 relatif lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I.
Kondisi berbeda terjadi di wilayah Jawa minus Banten, pertumbuhan di tiga provinsi penggerak ekonomi utama yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah masih menunjukkan pergerakan yang relatif stabil.
Endy Dwi Tjahjono, Kepala Grup Sektoral dan Regional Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Baank Indonesia menjelaskan, di beberapa wilayah di atas terutama Sumatra, pelambatan pertumbuhan tersebut disebabkan anjloknya harga komoditas.
Seperti diketahui, sejak awal tahun ini, sejumlah harga komoditas sumber daya alam misalnya minyak bumi, sawit, hingga batu bara menunjukkan penurunan harga. Kondisi ini berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang memiliki keterkaitan dengan sektor atau jenis komoditas tertentu.
“Hanya karet saja yang harganya memang bagus,” kata Endy dalam Seminar Deseminasi Laporan Nusantara di Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (20/9/2019).
Kendati ada tren pelambatan di beberapa daerah. Namun, Endy masih cukup optimistis pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun akan terakselerasi seiring dengan efektivitas kebijakan yang kini diterapkan.
Di Sumatra, outlook pertumbuhan selama 2019 diperkirakan berada pada angka 4.5% - 5%. Kinerja pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan ekspor daerah untuk program B20 dan DMO batu bara.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Jawa akan relatif stabil, seiring dengan prospek perbaikan investasi pada paruh kedua 2019.
Namun demikian, berbeda dengan Sumatra dan Jawa, pertumbuhan wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua diperkirakan melambat cukup dalam akibat kontraksi produksi dan ekspor tembaga Papua, meski diperkirakan temporer.
Dengan peta pertumbuham tersebut, bank sentral menekankan pentingnya kolaborasi antara otoritas terkait baik itu dari sisi pemerintah daerah, investasi, fiskal, maupun moneter untuk terus mendorong ekonomi.
Dari sisi moneter, bank sentral telah tiga kali melonggarkan suku bunga. Penurunan suku bunga ini menjadi sinyal dari Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain suku bunga, dari sisi makroprudensial BI juga memangkas rasio loan to value (LTV) untuk kendaraan bermotor dan properti, termasuk dalam kebijakan tersebut adalah penyempurnaan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) syariah.
Relaksasi moneter maupun makroprudensial dimaksudkan untuk menggerakan konsumsi yang pada akhirnya akan mendorong investasi di sektor-sektor tertentu kembali menggeliat.
“Cuma memang kebijakan moneter memang cukup lama untuk mendorong pertumbuhan. Karena itu harus diikuti oleh kebijakan lainnya, misalnya dari aspek fiskal,” kata Endy.
Sejumlah kebijakan misalnya terkait insentif fiskal atau kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk mendorong investasi perlu segera ditindaklanjuti dengan peraturan-peraturan teknis lainnya. Harapannya dengan makin cepat aturan teknis keluar, implikasi dari kebijakan yang diterbitkan pemerintah makin optimal.