Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Aturan Lebih Tinggi yang Melarang PKL Berjualan di Trotoar

Apapun motif dari kepala daerah, seharusnya mematuhi aturan hukum yang berlaku.
Pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar pasar Tanah Abang blok F, Jakarta, Sabtu (28/4). Kondisi kawasan Tanah Abang saat ini kembali semrawut karena banyaknya pedagang yang membuka lapak di sepanjang trotoar depan pasar Tanah Abang blok F. Keberadaan lapak PKL tersebut membuat banyak warga berkerumun di trotoar sehingga menimbulkan kemacetan lalu-lintas. /Antara
Pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar pasar Tanah Abang blok F, Jakarta, Sabtu (28/4). Kondisi kawasan Tanah Abang saat ini kembali semrawut karena banyaknya pedagang yang membuka lapak di sepanjang trotoar depan pasar Tanah Abang blok F. Keberadaan lapak PKL tersebut membuat banyak warga berkerumun di trotoar sehingga menimbulkan kemacetan lalu-lintas. /Antara

Bisnis.com,  JAKARTA — Seorang pemerhati masalah perkotaan menilai bahwa pedoman kesetaraan yang diusung Gubernur DKI Anies Baswedan untuk memperbolehkan pedagang kaki lima berjualan di trotoar menyalahi aturan yang berlaku.

Nirwono Joga, pemerhati masalah perkotaan tersebut, mengatakan bahwa terkait dengan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar masih ada aturan yang melarang dan harus dipatuhi.

"Selama UU 38/2004 tentang Jalan dan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masih berlaku, Pemprov DKI dan seluruh pemda se-Indonesia karena ini terkait UU, maka wajib mematuhi aturan yang melarang PKL berjualan trotoar," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (16/9/2019).

Menurut Nirwono, apabila Gubernur DKI Jakarta hanya berpedoman pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 03/PRT/M/2014, hal itu tidak sesuai karena peraturan menteri tersebut kedudukannya lebih rendah dari undang-undang sehingga permen perlu direvisi.

Selain itu, salah satu syarat PKL boleh berjualan di trotoar adalah tidak mengganggu ruang berjalan kaki dan hanya boleh pada tempat tertentu dan itu terbukti tidak efektif.

"Penerapan dengan syarat tidak mengganggu ruang minimal untuk berjalan kaki terbukti tidak efektif di lapangan bisa dilihat dari kasus Tanah Abang, Jatinegara, Pasar Senen, dan lainnya. Penerapan pada tempat tertentu juga membuka celah pelanggaran," katanya.

Nirwono menambahkan bahwa apapun motif dari kepala daerah, seharusnya mematuhi aturan hukum yang berlaku dan setiap kebijakannya di Jakarta bisa ditiru oleh kota-kota lain di Indonesia meskipun itu melanggar hukum. Pasalnya, trotoar dibangun juga utamanya adalah untuk pejalan kaki, bukan untuk menampung PKL.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper