Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkeberatan atas diperbolehkannya pedagang kaki lima menempati trotoar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyebutkan bahwa pedagang kaki lima (PKL) masih boleh berjualan di atas trotoar berpedoman dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Ketika dimintai tanggapannya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa memang terdapat peraturan yang memperbolehkan pedagang menempati trotoar, tetapi dengan beberapa syarat.
"Memang ada, ada enam syaratnya, tapi yang utama lebarnya [trotoar] dan dia tidak boleh tetap. Dia harus mobile, sementara," ujarnya di Kementerian PUPR, Senin (16/9/2019).
Basuki menyebutkan bahwa kesetaraan bagi rakyat kecil yang dimaksud Gubernur DKI untuk memperbolehkan PKL berdagang ini tidak boleh melanggar aturan yang ada. Pihaknya juga akan melayangkan surat kepada Gubernur DKI Jakarta terkait dengan hal itu.
"Ya bukan begitu dong, tapi ada aturannya. Trotoar itu haknya pejalan kaki, wong motor saja tidak boleh boleh. Kalau memang dia melanggar ya, saya suratin. Saya mau tegasin!"
Baca Juga
Basuki membandingkan pedagang yang ada di Indonesia dengan pedagang di luar negeri seperti di Washington D.C. atau New York, yang menurutnya, juga ada, tetapi tidak menetap.
Selain itu, kehadiran PKL di trotoar yang terletak di Tanah Abang, menurutnya, juga telah melanggar peraturan, begitu pun dengan pedagang yang ada di sekitar Kementerian PUPR.
“Seperti kaki lima di sini [Kementerian PUPR] juga enggak boleh. Mana trotoarnya sekarang hilang. Makanya saya mau bikin food court di sini."
Dirjen Bina Marga Sugiyartanto menegaskan bahwa yang dimaksud dengan sementara adalah para pedagang tidak menetap di lokasi tersebut.
"Boleh jam tertentu, setiap hari, tapi enggak boleh menetap sampai tahunan. Tidak boleh permanen!" katanya.
Permen PUPR Nomor 03/PRT/M/2014 Pasal 13 ayat 2 menyebutkan bahwa pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki hanya diperkenankan untuk pemanfaatan fungsi sosial dan ekologis yang berupa aktivitas bersepeda, interaksi sosial, kegiatan usaha kecil formal, aktivitas pameran di ruang terbuka, jalur hijau dan sarana pejalan kaki."
Ada enam syarat pemanfaatan trotoar untuk kegiatan usaha kecil formal.
Pertama, jarak bangunan ke area berdagang adalah 1,5 meter—2,5 meter agar tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki.
Kedua, jalur pejalan kaki memiliki lebar minimal 5 meter, yang digunakan untuk area berjualan memiliki perbandingan antara lebar jalur pejalan kaki dan lebar area berdagang 1:1,5.
Ketiga, terdapat organisasi/lembaga yang mengelola keberadaan kegiatan usaha kecil formal.
Keempat, pembagian waktu penggunaan jalur penggunaan jalur pejalan kaki untuk jenis kegiatan usaha kecil formal tertentu diperkenankan di luar waktu aktif gedung/bangunan di depannya.
Kelima, dapat menggunakan lahan privat.
Keenam, tidak berada di sisi jalan arteri baik primer maupun sekunder dan atau tidak berada di sisi ruas jalan dengan kecepatan kendaraan tinggi.