Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha sektor kehutanan mengusulkan sejumlah deregulasi untuk mendorong potensi ekspor produk kayu yang bisa berdampak positif terhadap pemasukan negara.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyatakan ekspor produk kayu bisa diandalkan untuk menutup defisit neraca perdagangan berjalan. Hal ini didukung pula dengan kandungan lokal 100 persen pada produk kayu.
“Untuk meningkatkan devisa ekspor, kita bisa mengoptimalkan pemanfaatan hasil hutan kayu dari jenis-jenis komersial yang belum dikenal pasar secara luas,” katanya, Kamis (12/9/2019).
Menurut Indroyono, produk kayu yang masih potensial untuk digenjot ekspornya antara lain kayu gergajian berbasis kayu alam dari Papua dan Papua Barat, kayu olahan berbasis kayu alam dengan perluasan penampang, plywood kayu alam, dan kayu olahan berbasis hutan tanaman.
Indroyono menilai implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua bisa mendorong ekspor kayu gergajian dari Papua dan Papua Barat untuk jenis selain merbau. Kebijakan perluasan penampang kayu olahan yang boleh diekspor juga diperlukan.
"Revitalisasi industri pengolahan kayu dalam negeri yang dapat memanfaatkan limbah kayu berdiameter kecil dari hutan alam maupun hutan tanaman juga diperlukan," sambungnya.
Selain usul tersebut, Indroyono mengharapkan sektor hulu dan hilir kehutanan bisa semakin kuat melalui insentif kemudahan pembangunan industri on-farm skala kecil untuk pengolahan hasil hutan tanaman.
Adapun ekspor produk kayu olahan Indonesia menunjukan tren peningkatan dalam beberapa tahun belakangan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan ekspor produk kayu olahan mencapai US$9,26 miliar pada 2016, U$10,94 miliar pada 2017, dan US$12,17 miliar pada 2018
Meski demikian, analisis yang dilakukan APHI pada semester I/2019 menemukan tren penurunan nilai ekspor untuk sejumlah produk kayu seperti kayu pertukangan (woodworking) dan kayu lapis (plywood).