Bisnis.com, JAKARTA - Tren reformasi pajak di sejumlah negara mengalami pelambatan. Langkah berani dibutuhkan untuk mengatasi tantangan perpajakan yang akan dihadapi pada masa depan.
Dalam Tax Policy Reforms 2019, OECD menyoroti bahwa saat ini terdapat lebih sedikit negara yang memperkenalkan paket reformasi pajak secara komprehensif pada 2019 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Menurut laporan itu, Belanda justru menjadi negara yang memperkenalkan reformasi pajak paling komprehensif. Selain itu, perubahan pajak signifikan juga telah terjadi di Lithuania (pajak tenaga kerja), Australia (pajak penghasilan pribadi), Italia (pajak penghasilan badan), dan Polandia (pajak penghasilan pribadi dan perusahaan).
Sementara itu, di negara-negara lainnya, reformasi pajak pada 2019 kurang signifikan dan sering dilakukan sedikit demi sedikit.
Khusus Indonesia, OECD sempat menyinggung belum lama ini pemerintah telah menurunkan tarif PPh final untuk UMKM dari 1% menjadi 0,5%.
Struktur pajak Indonesia juga disebut telah mendekati rata-rata OECD. Namun, laporan itu tetap menegaskan bahwa mereka memiliki perbedaan terbesar dalam struktur pajak dengan rata-rata negara OECD. Posisi Indonesia ini sama dengan Afrika Selatan dan Argentina.
“Pada saat negara-negara menghadapi banyak tantangan signifikan, reformasi pajak struktural tampaknya mulai berkurang. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, jelas diperlukan tindakan yang lebih berani, ”kata Pascal Saint-Amans, Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD yang dikutip Bisnis.com, Senin (9/9/2019).
OECD juga menyoroti bahwa pemotongan tarif pajak perusahaan telah berlanjut di seluruh negara, meskipun masih kurang signifikan dibandingkan dengan yang diperkenalkan pada 2018. Negara-negara yang memangkas tarif pajak korporasi yang paling signifikan merupakan negara yang awalnya memiliki tarif pajak awal yang lebih tinggi.
Adapun, laporan itu juga menyoroti upaya memerangi penghindaran pajak perusahaan yang telah berkembang dengan mengadopsi reformasi signifikan sejalan dengan proyek OECD / G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Sementara itu, tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi ekonomi terus menimbulkan kekhawatiran, apalagi dengan langkah beberapa negara yang melalukan aksi unilateral di tengah upaya global untuk mencapai solusi multilateral berbasis konsensus.
Soal digitalisasi, pemerintah Indonesia mulai menentukan arah kebijakannya dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Salah satunya dengan tak membedakan antara bentuk usaha tetap (BUT) fisik maupun non-fisik.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa sejumlah negara terus menurunkan pajak penghasilan pribadi, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan menengah serta lansia. Beberapa negara juga telah memperluas insentif pajak untuk mendukung tabungan pensiun dan penabung kecil.
"Sekali lagi tahun ini, ada sangat sedikit perubahan pada pajak properti, yang menegaskan bahwa pajak-pajak tersebut tetap kurang dimanfaatkan terlepas dari potensi peningkatan pendapatan dan peningkatan ekuitas mereka, dan properti efisiensi positif mereka," imbuhnya.
Di satu sisi, stabilisasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir terus berlanjut. Tarif PPN standar yang tinggi telah menyebabkan sejumlah negara mencari cara-cara alternatif untuk meningkatkan pendapatan PPN tambahan, khususnya melalui perang melawan penggelapan PPN.