Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah akan mencari cara agar harga keekonomiaan minyak nabati dapat terjangkau guna memenuhi kebutuhan produksi biodiesel di atas 30 persen ke depannya.
Menteri Perekonomian Darmin Nasution meyakini masalah keekonomian harga minyak nabati dapat diselesaikan dengan kebijakan yang tepat.
"Jangan dibilang harus segini [harganya], memangnya tidak ada kebijakan lain untuk itu," tegas Darmin, Jumat (6/9/2019).
Dia menilai para petani kelapa sawit juga memerlukan harga yang bagus.
Dalam pertemuan di ITB, dia mengakui Pertamina menyampaikan bahwa pihaknya memerlukan harga minyak nabati yang murah untuk mengolah bahan bakar nabati (BBN) yang setara dengan bahan bakar hidrogren.
Saat ini, harga minyak nabati mencapai US$500 per ton. Pertamina menilai harga tersebut belum ekonomis.
Baca Juga
Di sisi lain, Pertamina memerlukan investasi pembelian kompresor hidrogen untuk mengolah biodiesel di atas 20%.
Selain itu, Pertamina butuh membangun lebih banyak catalytic cracking untuk mengolah BBN.
Hingga saat ini, Pertamina diketahui hanya memiliki fasilitas catalytic cracking di Plaju, Sumatera Selatan. Catalytic cracking unit yang memproses biodiesel dengan injeksi 20 persen minyak sawit tersebut memiliki kapasitas sebesar 18.000 barrel per day (BPD).
Kepala Laboratorium Teknik Kimia ITB Subagjo menuturkan pihaknya tengah mengembangkan teknologi proses produksi minyak nabati industri atau industrial vegetable oil (IVO).
IVO ini dikembangkan dengan teknologi ekstraksi minyak sawit yang lebih efisien dan sesuai dengan bahan baku pengembangan BBN.
"Ini akan siap pada Desember 2019," ungkap Subagjo.
Pengembangan IVO ini merupakan kerja sama ITB, BPDPKS, RNI, PTPN VII dan PT Kemurgi.
Dengan demikian, bahan baku BBN diharapkan dapat lebih terjangkau karena proses lebih sederhana.
"Harapan kami Desember sudah ada dan produknya akan dipakai [Pertamina di Plaju," ujarnya.
Adapun, Subagjo belum dapat memaparkan perhitungan tingkat efsiensi dari IVO tersebut.