Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpukul Perang Dagang, ICP Diprediksi Lesu hingga Akhir Tahun

Harga minyak mentah Indonesia (ICP) turun US$4,05 per barel menjadi US$57,27 per barel pada Agustus 2019 dan diperkirakan masih lesu hingga akhir tahun menyusul berlarutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah Indonesia (ICP) turun US$4,05 per barel menjadi US$57,27 per barel pada Agustus 2019 dan diperkirakan masih lesu hingga akhir tahun menyusul berlarutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan fluktuasi harga ICP hingga akhir tahun tidak akan bergerak signifikan jika melihat situasi global saat ini. Menurutnya, dampak  perang dagang, telah dirasakan di berbagai sektor

“Kita juga yang terkena imbasnya sebagai pemasok bahan baku industri. Indikatornya kebutuhan energi juga turun,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (5/9/2019).

Komaidi pun memperkirakan dinamika harga ICP ke depan bukan karena dampak fundamental, tetapi isu lain seperti ketegangan di Timur Tengah.

Pada Juli lalu, ICP tercatat US$ 61,32 per barel. Tim Harga Minyak Mentah Indonesia yang diketuai Dirjen Migas menjelaskan perkembangan harga rata-rata minyak mentah utama di pasar internasional pada Agustus 2019 dibandingkan Juli 2019 mengalami penurunan.

Sebut saja Dated Brent yang turun menjadi US$59 per barel, WTI (Nymex) turun menjadi US$54,84 per barel, Basket OPEC turun menjadi US$59,60 per barel, serta Brent (ICE) turun menjadi US$59,50 per barel pada Agustus.

"Pengumuman Presiden Amerika Serikat atas tarif impor baru untuk sisa barang dan jasa Tiongkok senilai US$300 miliar dan penurunan nilai mata uang Tiongkok terhadap dolar AS berdampak pada kekhawatiran atas lambatnya ekonomi global. Tentu ini berujung pada anjloknya harga minyak mentah dunia," jelas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Estimasi pertumbuhan ekonomi global, sambung Agung, mengalami penurunan sebesar 0,1 persen menjadi 3,1 persen berdasarkan publikasi yang dirilis oleh OPEC Monthly Oil Market Report (MOMR).

Dalam laporan yang sama, tercatat peningkatan suplai minyak mentah dunia Juli 2019 dibandingkan Juni 2019 sebesar 230.000 barel per hari (bph) menjadi 98,71 juta bph yang dipicu oleh peningkatan produksi dari negara-negara non-OPEC.

Sementara itu, publikasi International Energy Agency (IEA) menyebutkan peningkatan stok minyak mentah komersial negara-negara OECD sebesar 31,8 juta barel pada Juni 2019 dibandingkan bulan sebelumnya dan lebih tinggi 66,9 juta barel dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir.

Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan impor minyak mentah Jepang sebesar 265.000 bph menjadi 2,8 juta bph dan India sebesar 340.000 bph menjadi 4,1 juta bph.

Faktor lainnya adalah perlambatan ekonomi India akibat penurunan suku bunga oleh Bank of India sebesar 0,35 poin pada Agustus 2019.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper