Bisnis.com, JAKARTA Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menargetkan ekspor kayu olahan ke Australia pada tahun ini naik 10 persen. Kenaikan ini diyakini tercapai dengan adanya Indonesia Timber Exchange yang saat ini sedang dikembangkan.
Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto mengatakan bahwa Pada 2018 Australia menempati urutan ke-7 tujuan pasar ekspor kayu olahan Indonesia dengan nilai US$371,42 juta.
"(Ekspor) bisa naik 10 persen saja sudah sangat bagus sekali," ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/9/2019).
Untuk mencapai kenaikan 10 persen itu, APHI kini mengembangkan Indonesia Timber Exchange untuk pemasaran produk kayu olahan secara online. Dengan media daring, rantai dalam pemasaran otomatis akan terputus.
Purwadi menyebut sejauh ini hanya kayu merbau produksi Papua dan Papua Barat yang dipasarkan di Australia. Dia berharap jenis-jenis kayu lain seperti matoa, mersawa, nyatoh, dan resak juga bisa dipasarkan.
Dengan demikian, produksi yang semula 45 persen diharapkan meningkat menjadi paling tidak 75 persen.
General Manager Australian Timber Importer Federation John Halkett pada pekan lalu menuturkan saat ini hardwood dari Indonesia hanya dipakai untuk pembuatan rumah di Australia yang mencapai 300.000 unit per tahun.
Oleh karena itu, Indonesia harus mulai memasarkan produk-produk kayu lainnya dan membuat panduan terkait jenis-jenisnya.
Sementara itu, harga hardwood dunia saat ini trennya sedang turun. Australia pun semakin banyak menggunakan produk kayu olahan, termasuk lantai kayu solid dari kayu laminasi yang semuanya dipasok dari China.
Mengenai hal ini, Purwadi menuturkan suplai pasokan hardwood dalam jangka panjang biasanya terjamin. Hanya saja, yang biasanya menjadi hambatan justru karena kontrak jangka pendek atau partai kecil.