Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan regulasi mengenai limbah tambang (slag) dari smelter sudah memasuki tahap finalisasi.
Hal ini karena pembahasan mengenai pemanfaatan slag sudah berjalan selama dua bulan dan akan dirapatkan kembali bersama kementerian terkait dua minggu ke depan.
"Sebenarnya itu sudah selesai, mereka sudah bikin kriteria dengan baik dan bisa dijalankan dan tidak menyusahkan sehingga ya 2-3 minggu lah," ujar Darmin, Jumat (30/8/2019).
Seperti diketahui, slag selama ini dikategorikan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3). Hal ini diakibatkan oleh adanya aturan yang menentukan bahwa limbah bisa dikategorikan sebagai B3 dari besarnya volume dari limbah tersebut.
Akibat hal tersebut, pengujian atas slag akhirnya memakan waktu yang panjang sebelum dapat ditentukan sebagai bukan limbah B3.
Melalui regulasi baru, pengujian kandungan B3 dari slag bakal dibuat lebih simpel, lebih singkat, dan tidak rumit.
"Tetap ada pengujian tapi tidak rumit karena kita tahu ini bukan karena konsentrasinya tapi karena jumlahnya banyak," ujar Darmin.
Untuk saat ini, Darmin mengatakan pihaknya sedang menyelesaikan regulasi terkait slag hasil tambang nikel dan baja.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak total slag mencapai 20 juta ton per tahun. Pada 2021, diprediksi slag bisa mencapai 35 juta ton.
Selama ini, slag cenderung ditimbun di tambang dan tidak jelas pemanfatannya. Penempatan slag yang tidak terolah tersebut juga semakin sulit karena besarnya volume slag.
Ke depannya, slag bisa dimanfaatkan untuk fondasi jalan, pengerasan jala, pembangunan infrastruktur, semen, hingga batako. Hingga saat ini, pemanfaatan tersebut masih belum dilakukan.
Selain itu, pemanfaatan slag juga bisa untuk menutup lubang tambang yang sudah tidak lagi berproduksi.