Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) perlu mempelajari lebih lanjut rencana pemerintah dalam pemberian penyertaan modal negara (PMN) untuk memangkas defisit neraca perdagangan dengan cara mengakuisisi blok minyak dan gas bumi di luar negeri.
Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansury mengatakan pihaknya akan mempelajari struktur PMN yang diberikan pemerintah, termasuk mekanisme penggunaannya. Pasalnya, kendati anggaran Rp1 triliun sudah dimasukkan dalam RAPBN 2020, Pertamina tetap perlu berbicara lebih detail dengan pemerintah.
“Kami belum tahu karena strukturnya seperti apa, boleh digunakan seperti apa, perlu diskusi. Kalau pemerintah menyediakan dana itu, berarti bagian dari APBN,” tuturnya di Gedung DPR RI, Rabu (28/8/2019) malam.
Dalam Rancangan APBN 2020, investasi kepada BUMN melalui PMN diperkirakan mencapai Rp 17,7 triliun.
Dari delapan BUMN yang mendapatkan kucuran dana pemerintah, Pertamina dimungkinkan menerima Rp1 triliun sebagai program penguatan neraca transaksi berjalan.
Pemerintah pun merasa perlu untuk meningkatkan ekspor nasional sembari menekan impor migas. Merujuk pada Nota Keuangan RAPBN 2020, tren neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) terus meningkat akibat impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor.
Per kuartal II/2019, CAD mencapai US$8,4 miliar atau 3 persen dari PDB.
Dari sisi kebijakan, terobosan yang bisa dilakukan adalah melalui merger dan akuisisi (M&A) perusahaan minyak luar negeri baik lokal maupun multinasional. Selain itu, akuisisi dapat dilakukan atas perusahaan minyak yang kurang sehat secara finansial, tetapi masih memiliki cadangan minyak yang cukup banyak.
Namun, dengan mengakuisisi lapangan migas luar negeri, lifting yang diboyong ke Indonesia tidak dapat dianggap memangkas impor.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan dalam sistem perhitungan neraca perdagangan, produksi migas yang dibawa dari aset luar negeri tetap dianggap impor.
“Pertamina dapatnya dividen nanti. Kalau untung di sana, dapatnya deviden masuk sebagai plus di situ. Ini yang telah kami diskusikan dengan Bank Indonesia dan Kemenkeu,” ujarnya.