Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Jadi 0 Persen, Ini Penjelasan Ditjen Pajak soal Relaksasi PPh DINFRA, DIRE, dan KIK-IBE yang Hanya 5 Persen

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membantah bahwa sebelumnya sempat ada wacana pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi sebesar 0% untuk dana investasi infrastruktur (DINFRA), dana investasi realestat (DIRE), atau Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA).
Dirjen Pajak Robert Pakpahan menyampaikan sambutan sebelum  penandatanganan kerja sama dengan PT Bursa Efek Indonesia tentang Pilot  Project Penyampaian Laporan Keuangan Berbasis Extensible Business Reporting Language (XBRL), di Jakarta, Jumat (25/1/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Dirjen Pajak Robert Pakpahan menyampaikan sambutan sebelum penandatanganan kerja sama dengan PT Bursa Efek Indonesia tentang Pilot Project Penyampaian Laporan Keuangan Berbasis Extensible Business Reporting Language (XBRL), di Jakarta, Jumat (25/1/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membantah bahwa sebelumnya sempat ada wacana pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi sebesar 0% untuk dana investasi infrastruktur (DINFRA), dana investasi realestat (DIRE), atau Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA).

"Ya yang penting sekarang keputusannya itu [5%], itu kan orang mendiskusikan kan biasa," ujar Direktur Jenderal Ditjen Pajak Robert Pakpahan, Jumat (23/8/2019).

Sebelumnya, Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah pernah mewacanakan bahwa PPh yang dikenakan adalah sebesar 0% hingga 2020 dan 10% mulai 2021 dan seterusnya.

Namun, pemerintah pada akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2019 tentang PPh atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang merelaksasi PPh atas bunga obligasi DINFRA, DIRE, dan KIK-EBA sebesar 5% hingga 2020 dan 10% untuk tahun 2021 dan seterusnya.

Dengan ini, PPh atas bunga obligasi yang dikenakan atas ketiga produk obligasi tersebut setara dengan reksa dana sebagaimana yang sudah tertuang dalam PP No.100/2013.

Melalui kebijakan ini, Robert menerangkan bahwa kebijakan ini diambil dalam rangka memperdalam pasar keuangan serta mendorong pendanaan di sektor infrastruktur dan realestat

"Pendalaman pasar keuangan di Indonesia ini kan perlu dipikirkan yang mana yang prioritas. Ada juga masukkan terus dikaji lalu ketika sudah pas ya dilakukan," ujar Robert.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper